JAKARTA - Armenia dan Azerbaijan mulai bertukar tawanan perang setelah mengakhiri konflik Nargorno-Karabakh lewat genjatan senjata. Tukar tawanan dimediasi Rusia, negara yang juga jadi mediator gencatan senjata.
Melansir Reuters, Rabu, 16 Desember, Wakil Perdana Menteri Armenia Tigran Avinyan mengatakan 44 tahanan telah kembali ke Armenia. Begitu pula sebaliknya. Sebuah pesawat militer Rusia juga menerbangkan 12 tahanan ke Azerbaijan sebagai bagian dari pertukaran.
Sebelumnya, konflik enam minggu antara Azerbaijan dan Armenia di Nargorno-Karabakh telah dihentikan oleh kesepakatan gencatan senjata pada bulan lalu. Akan tetapi, dalam kesepakatan gencatan senjata Armenia jadi pihak yang dianggap banyak merugi.
Armenia kehilangan banyak wilayah penting. Sementara itu, untuk menjaga lancarnya gencatan senjata, pasukan penjaga perdamaian Rusia telah dikerahkan di wilayah konflik untuk sementara waktu.
BACA JUGA:
Berdasar sejarah, akar konflik di Nagorno-Karabakh sudah terjadi sejak berabad-abad lalu, dipicu kompetisi antara penduduk Kristen Armenia dan penduduk Muslim di bawah pengaruh Turki dan Persia. Pada akhir abad ke-19, daerah ini menjadi bagian Kerajaan Rusia.
Pada akhir Perang Dunia I, Soviet membentuk daerah otonomi Nagorno-Karabakh di bawah Soviet Socialist Republic of Azerbaijan meskipun penduduknya mayoritas Armenia. Lantaran parlemen Nagorno-Karabakh lebih memilih untuk bergabung dengan Armenia pada 1980-an.
Hal itu memicu kekerasan yang makin lama membesar menjadi perang. Seperti yang sudah ditebak, pecahnya Uni Soviet membuat Nagorno-Karabakh memproklamirkan kemerdekaan. Tindakan itu jadi awal perang berdarah yang membunuh lebih dari 30 ribu orang dan membuat sekitar satu juta orang harus mengungsi.