Bagikan:

JAKARTA - Sejumlah fraksi menanggapi hasil putusan Badan Kehormatan DPRD DKI atas laporan mereka soal dugaan pelanggaran etik terkait interpelasi. BK menyatakan bahwa Ketua DPRD DKI Prasetyo Edi Marsudi tak melanggar etik saat menggelar rapat paripurna interpelasi Formula E.

Wakil Ketua DPRD dari Fraksi Gerindra, Mohamad Taufik mengaku dirinya menghargai keputusan BK DPRD atas laporan yang dilayangkan empat Wakil Ketua DPRD dan tujuh fraksi tersebut.

"Apa yang diputuskan oleh institusi BK harus dihargai karena kita melaporkan ke dia. Apapun keputusannya pasti hasil rapat institusinya kan," kata Taufik kepada wartawan, Rabu, 6 April.

Meskipun Ketua DPRD tak diputus bersalah karena telah menjadwalkan rapat paripurna interpelasi, Taufik memandang pihaknya tak akan menyetujui jika interpelasi tersebut kembali digulirkan oleh PDIP dan PSI.

"Menurut saya interpelasi sudah enggak berpotensi jalan lagi. Bukan karena setelah (keputusan) BK terus interpelasi jalan. Enggak ada hubungannya itu," ucap Taufik.

Dihubungi terpisah, Wakil Ketua DPRD DKI dari Fraksi Demokrat mengaku pihaknya juga menerima putusan BK soal Prasetyo. Sebab, sesuai Perda Nomor 1 Tahun 2020 tentang Tata Tertib DPRD DKI, BK adalah badan pemutus masalah etik yang sah di lembaga DPRD.

"Proses (laporan hingga putusan BK) ini kan bertujuan memperkuat lembaga DPRD, berkesesuaian dengan rekomendasi yang ada dalam putusan BK. Di sisi lain juga BK menyatakan menerima pelaporan kan, karena memiliki dalil yang juga berlandaskan pada Tatib DPRD," ucap Misan.

Sementara, Ketua Fraksi Nasdem DPRD DKI Wibi Andrino juga menghormati putusan BK DPRD DKI. Namun, ia menegaskan Nasdem tetap tak menyetujui adanya interpelasi dan mendukung Formula E bisa digelar dengan lancar.

"Kita hormati keputusan itu. Nasdem tetap pada posisi mendukung pergelaran formula E," tutur Wibi.

Perjalanan laporan BK DPRD DKI

Badan Kehormatan DPRD DKI akhirnya mengeluarkan putusan atas laporan empat Wakil Ketua DPRD DKI dan tujuh fraksi yang melaporkan Ketua DPRD DKI Prasetyo Edi Marsudi karena menggelar rapat paripurna interpelasi Formula E.

Masalah pelaporan ini diawali dengan rapat Badan Musyawarah (Bamus) DPRD DKI pada 27 September 2021 yang diketuai Prasetyo. Prasetyo, dalam rapat Bamus, menjadwalkan rapat paripurna interpelasi Formula E yang digelar pada esok harinya.

Di hari yang sama, tujuh fraksi menyatakan tak terima dengan keputusan Prasetyo yang menetapkan jadwal rapat paripurna. Ketujuh fraksi tersebut adalah Partai Gerindra, PKS, PAN, Golkar, Nasdem, Demokrat, dan PKB-PPP.

Esoknya, 28 September 2021, rapat paripurna interpelasi digelar. Rapat ini akan menentukan apakah interpelasi bisa dijalankan dengan memanggil Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan untuk menjelaskan masalah penyelenggaraan Formula E.

Namun, yang hadir hanyalah 33 Anggota DPRD dari Fraksi PDIP. Sehingga, pengambilan suara penentuan interpelasi terpaksa ditunda. Tidak hadir dalam rapat paripurna, tujuh fraksi dan empat Wakil Ketua DPRD DKI malah melaporkan Prasetyo ke BK DPRD DKI.

Sempat berlarut berbulan-bulan, akhirnya BK menggelar pemeriksaan kepada Prasetyo pada 9 Februari. Setelah memeriksa Prasetyo, BK melakukan rapat internal untuk memutuskan apakah Prasetyo melanggar kode etik atau tidak karena telah menggelar rapat paripurna interpelasi Formula E.

Sampai akhirnya, pada 14 Maret 2022 hasil pemeriksaan keluar. BK DPRD DKI memutuskan bahwa Prasetyo selaku terlapor dinyatakan tidak melanggar kode etik DPRD DKI Jakarta. Hal ini diketahui dari salinan surat keputusan yang diterima wartawan pada Selasa, 5 April.