Perjalanan 6 Bulan Laporan Interpelasi Formula E yang Bikin Pecah Kubu di DPRD DKI
Gubernur Jakarta Anies Baswedan melihat mobil Formula E/Foto: Antara

Bagikan:

JAKARTA - Badan Kehormatan DPRD DKI akhirnya mengeluarkan putusan atas laporan empat Wakil Ketua DPRD DKI dan tujuh fraksi yang melaporkan Ketua DPRD DKI Prasetyo Edi Marsudi karena menggelar rapat paripurna interpelasi Formula E.

Masalah pelaporan ini diawali dengan rapat Badan Musyawarah (Bamus) DPRD DKI pada 27 September 2021 yang diketuai Prasetyo. Prasetyo, dalam rapat Bamus, menjadwalkan rapat paripurna interpelasi Formula E yang digelar pada esok harinya.

Di hari yang sama, tujuh fraksi menyatakan tak terima dengan keputusan Prasetyo yang menetapkan jadwal rapat paripurna. Ketujuh fraksi tersebut adalah Partai Gerindra, PKS, PAN, Golkar, Nasdem, Demokrat, dan PKB-PPP.

Esoknya, 28 September 2021, rapat paripurna interpelasi digelar. Rapat ini akan menentukan apakah interpelasi bisa dijalankan dengan memanggil Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan untuk menjelaskan masalah penyelenggaraan Formula E.

Namun, yang hadir hanyalah 33 Anggota DPRD dari Fraksi PDIP. Sehingga, pengambilan suara penentuan interpelasi terpaksa ditunda. Tidak hadir dalam rapat paripurna, tujuh fraksi dan empat Wakil Ketua DPRD DKI malah melaporkan Prasetyo ke Badan Kehormatan (BK) DPRD DKI.

Saat melaporkan ke BK, Ketua Fraksi Golkar Basri Baco menuturkan, Prasetyo karena diduga tak mengindahkan aturan tata tertib DPRD dengan menyelenggarakan rapat paripurna interpelasi Formula E. Sebab, penjadwalan rapat paripurna dimasukkan secara tibs-tiba dalam rapat Bamus oleh Prasetyo.

"Kami menduga ada pelanggaran adminstrasi terhadap surat menyurat terkait dengan undangan Badan Musyawarah dan pelaksanaan paripurna yang tadi digelar," ungkap Baco pada Selasa, 28 September 2021.

Sempat berlarut berbulan-bulan, akhirnya BK menggelar pemeriksaan kepada Prasetyo pada 9 Februari. Usai diperiksa, Prasetyo mengaku dirinya tak bersalah karena telah mengagendakan rapat paripurna interpelasi. Sebab, meskipun penjadwalan rapat paripurna interpelasi oleh Bamus diusulkan secara mendadak di dalam rapat, ia menganggap hal itu diperbolehkan.

"Karena ini klarifikasi saya, saya merasa tidak bersalah sampai hari ini. Artinya, pelaksanaan interpelasi keseluruhannya adalah legal. (Penyusunan jadwal rapat) Bamus itu bisa bertambah dan berkurang," kata Prasetyo di Gedung DPRD DKI, Rabu, 9 Februari.

Lagipula, kata Prasetyo, jika tujuh Fraksi DPRD yang melaporkannya ke Badan Kehormatan tak menginginkan adanya paripurna interpelasi Formula E, mereka bisa menyampaikan hal itu di rapat paripurna langsung, bukan malah mangkir dan melaporkan dirinya.

"Kesalahan saya di mana? Sebetulnya permasalahannya kita semua tahu, kan harus diselesaikan. Diselesaikan pakai cara apa? Ya diparipurnakan. Kalau memang tidak kuorm, ya sudah selesaikan lagi. Paripurna untuk interpelasi pun masih saya skors, karena tidak kuorum," jelasnya.

Setelah memeriksa Prasetyo, BK melakukan rapat internal untuk memutuskan apakah Prasetyo melanggar kode etik atau tidak karena telah menggelar rapat paripurna interpelasi Formula E.

Sampai akhirnya, pada 14 Maret 2022 hasil pemeriksaan keluar. BK DPRD DKI memutuskan bahwa Prasetyo selaku terlapor dinyatakan tidak melanggar kode etik DPRD DKI Jakarta. Hal ini diketahui dari salinan surat keputusan yang diterima wartawan pada Selasa, 5 April.

"Badan Kehormatan DPRD Provinsi DKI Jakarta dengan ini menyampaikan amar putusan menyatakan terlapor tidak terbukti melanggar tata tertib dan kode etik DPRD Provinsi DKI Jakarta," tulis Ketua BK DPRD DKI Achmad Nawawi dalam surat keputusannya, dikutip pada Selasa, 5 April.

Nawawi mengungkapkan, hasil putusan ini menunjukkan bahwa proses penyelidikan laporan dugaan pelanggaran tata tertib dan kode etik terhadap Ketua DPRD DKI atas pelaksanaan rapat paripurna interpelasi Formula E dinyatakan selesai