JAKARTA - Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi yang juga Wakil Ketua Komite Kebijakan Pengendalian COVID-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional Luhut Binsar Pandjaitan meminta BPJS Kesehatan mempercepat pembayaran klaim perawatan pasien COVID-19.
"Saya minta BPJS segera berkoordinasi dengan Kementerian Kesehatan (Kemenkes) untuk melakukan verifikasi data rumah sakit yang klaimnya terkendala agar tidak mempengaruhi cashflow rumah sakit yang merawat pasien COVID-19," katanya dalam keterangan tertulis di Jakarta, dilansir Antara, Rabu, 30 September.
Permintaan itu ia sampaikan ketika memimpin rapat koordinasi percepatan penyelesaian klaim biaya perawatan pasien COVID-19 di Jakarta, Selasa 29 September.
Luhut juga meminta para gubernur yang hadir, yakni Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan, Gubernur Jawa Timur Khofifah Indar Parawansa, Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil dan Gubernur Bali Wayan Koster untuk berkoordinasi dengan BPJS Kesehatan.
"Tolong para gubernur segera perintahkan dinas kesehatan, perwakilan BPJS Kesehatan di daerah berkoordinasi dengan pihak rumah sakit yang belum mengajukan klaim dan verifikasi klaim RS yang belum selesai agar penanganan pasien COVID-19 tidak tersendat," pinta Luhut.
BACA JUGA:
Luhut juga meminta kepada semua gubernur yang hadir agar terus memantau ketersediaan obat sesuai standar protokol perawatan pasien COVID-19 yang telah dibuat oleh Kemenkes bersama dengan lima perhimpunan dokter spesialis.
"Kepada semua gubernur dan perwakilan kepala daerah yang hadir, saya minta di minggu kedua Oktober cek suplai obat untuk semua RS Rujukan COVID-19 jangan sampai ada korban karena nggak ada obat, begitupun dengan ketersediaan alat medis dan ruang isolasi," kata Luhut.
Merespons permintaan Luhut, Plt Direktur Jenderal Pelayanan Kesehatan Kementerian Kesehatan Abdul Kadir mengatakan bahwa dari 1.906 RS penyelenggara pelayanan COVID-19 di seluruh Indonesia, hanya 1.356 RS yang sudah mengajukan klaim. Sisanya sebanyak 550 RS belum mengajukan klaim sama sekali.
"Tiga terbanyak ada di provinsi Jawa Timur, Jawa Barat dan Sumatera Utara," jelas Abdul Kadir.
Oleh karena itu, Direktur Utama BPSJ Kesehatan Fahmi Idris dalam kesempatan itu meminta dinas kesehatan di daerah yang rumah sakitnya belum mengajukan klaim penanganan pasien COVID-19 untuk segera mengajukan klaimnya.
"Hingga kini kami sudah membayar klaim sebesar Rp4,4 triliun ke rumah sakit di sebelas provinsi prioritas, dan ada Rp2,8 triliun nilai klaim yang sedang dalam proses verifikasi," ungkapnya.
Sementara itu, untuk mempermudah rumah sakit mengajukan klaim perawatan pasien COVID-19, Fahmi mengatakan bahwa bersama dengan Kemenkes dan BPKP, BPJS Kesehatan telah melonggarkan saringan untuk verifikasi klaim.
"Melalui revisi Kepmenkes Nomor HK 228/2020 tentang juknis klaim penggantian biaya perawatan pasien emerging tertentu bagi RS penyelenggara perawatan COVID-19 menjadi Kepmenkes Nomor HK 446/2020, kriteria saringan untuk sengketa verifikasi klaim berkurang dari 10 menjadi hanya empat saja," katanya.
Kini, klaim tidak bisa dibayarkan oleh BPJS bila dokumen yang diajukan tidak lengkap, kriteria penjaminan tidak sesuai kebutuhan, diagnosis komorbid (penyakit penyerta) tidak sesuai ketentuan dan diagnosis komorbid/komplikasi merupakan dari diagnosis utama.
Dalam kesempatan yang sama, Gubernur DKI Anies Baswedan mengungkapkan empat kendala pengajuan klaim rumah sakit di wilayahnya, antara lain belum tersedianya petunjuk teknis untuk klaim pembiayaan kasus COVID-19 dengan penyakit penyerta yang tidak berhubungan, perbedaan persepsi antara DPJP dengan verifikator terkait diagnosis komorbid dan kriteria pulang dan kriteria akhir penjaminan.
Kemudian, kendala lainnya adalah pengobatan terapi tambahan seperti intravena, immunoglobulin, plasmaconvelesens, stem sel dan anti interleukin yang masih dalam tahap klinis tidak dapat diklaimkan ke Kemenkes.