Bagikan:

JAKARTA - Partai Keadilan Sejahtera (PKS) menyebut angka kematian akibat COVID-19 di Indonesia lebih tinggi dari angka dunia diakibatkan buruknya penanganan pandemi. Hal ini disampaikan oleh Ketua Tim COVID-19 Fraksi PKS DPR RI Netty Prasetiyani Aher menanggapi pernyataan Presiden Joko Widodo soal angka kematian masih tinggi di Indonesia.

Netty mengatakan, penilaian ini muncul karena hingga saat ini Indonesia masih mengalami krisis dokter hingga kekurangan ruang isolasi dan ruang Intensive Care Unit (ICU) untuk merawat pasien COVID-19.

"Kondisi tersebut terjadi karena sistem kesehatan kita buruk dalam penanganan pandemi. Kalau penanganan pandemi kita bagus, kita tidak akan mengalami krisis dokter, kekurangan APD, kekurangan ruang isolasi dan ICU serta tidak akan terjadi lonjakan kasus yang eksponansial setelah satu semester bergulat dengan pandemi," kata Netty dalam keterangan tertulisnya yang dikutip Selasa, 29 September.

Dia juga menyebut, ketika negara lain bersiap menghadapi gelombang lanjutan pandemi COVID-19 ini, Indonesia malah terus berjibaku mengantisipasi gelombang pertama. Bukan hanya itu, Netty juga menyinggung saat ini kurva penyebaran virus di Indonesia juga belum mengalami pelandaian secara signifikan.

Sehingga, ke depan, dirinya menyebut ada beberapa hal yang harus dilakukan oleh Presiden Jokowi dan jajarannya. Pertama, pemerintah harus menahan laju pandemi secara langsung dengan mencegah munculnya klaster baru. 

"Harus ada upaya keras untuk memutus mata rantai penularan di perkantoran, angkutan publik, pasar dan pusat perbelanjaan, asrama sekolah atau kampus, pertemuan-pertemuan dan rumah sakit. Bahkan, perkantoran pemerintah menjadi penyumbang angka kasus paling banyak di DKI.  Pastikan tempat-tempat publik  tersebut steril dan semua orang mematuhi protokol kesehatan. Jika perlu gunakan TNI Polri untuk menjaga ketertiban di sana," jelasnya.

Langkah selanjutnya, sambung dia, dengan memastikan ketersediaan fasilitas kesehatan meliputi kapasitas tempat tidur isolasi, ICU, ventilator, hingga sumber daya manusia (SDM).

Kemudian, pada langkah selanjutnya, dia mendorong agar pemerintah terus meningkatkan kapasitas pengujian spesimen hingga mengikuti standar World Health Organization (WHO) yaitu 1 per 1.000 penduduk tiap pekannya.

"Dan yang terpenting adalah fokus dulu pada aspek kesehatan. Prioritaskan sumber daya anggaran, SDM, waktu, program pada aspek kesehatan," tegasnya.

"Bukankah awal September lalu Presiden mengingatkan seluruh jajarannya untuk menunjukkan aura krisis dan mengutamakan aspek kesehatan daripada pemulihan ekonomi? Apakah ini sudah dilaksanakan dengan baik atau hanya dianggap angin lalu," imbuhnya.

Sebelumnya, Presiden Jokowi menyebut angka kesembuhan pasien COVID-19 di Indonesia saat ini lebih rendah daripada angka kesembuhan dunia. Karena itu, dia meminta pengobatan pasien COVID-19 mengikuti standar dari Kementerian Kesehatan.

"Rata-rata kesembuhan di negara kita yaitu 73,76 persen. Ini lebih rendah dibandingkan kesembuhan dunia di angka 73,85 persen," kata Jokowi saat membuka rapat terbatas bersama Komite Penanganan COVID-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional yang disiarkan di akun YouTube Sekretariat Presiden, Senin, 28 September.

Standar dari Kemenkes, kata Jokowi, harus diterapkan di semua fasilitas kesehatan baik itu di Intensive Care Unit (ICU), ruang isolasi, maupun di wisma karantina. "Ini penting sekali sehingga kita harapkan nanti angka kematian akan semakin menurun kemudian angka kesembuhan akan makin lebih baik lagi," tegasnya.

Dalam ratas, Jokowi juga menyinggung soal rata-rata kasus aktif COVID-19. Kata dia, rata-rata kasus di Indonesia saat ini jumlahnya lebih rendah di bawah rata-rata kasus aktif dunia.

"Data yang saya peroleh, per 27 september 2020, rata-rata kasus aktif di Indonesia itu 22,46 persen. ini sedikit lebih rendah daripada rata-rata kasus aktif dunia yang mencapai 23,13 persen. saya kira ini baik untuk terus diperbaiki lagi," ungkapnya.