Kemenkes Bakal Skrining Kasus TBC Besar-besaran
Ilustrasi-Unsplash

Bagikan:

JAKARTA - Dalam memperingati Hari Tuberkulosis (TBC) Sedunia yang jatuh pada hari ini, pemerintah akan menggenjot penanganan kasus TBC di Indonesia. Caranya, dengan melakukan skrining kasus TBC yang belum terdeteksi secara besar-besaran.

Upaya ini dilakukan mengingat penyakit IBC Indonesia menempati peringkat ketiga setelah India dan Cina dengan jumlah kasus 824 ribu dan kematian 93 ribu per tahun atau setara dengan 11 kematian per jam.

Sayangnya, dari estimasi 824 ribu pasien TBC di Indonesia Baru 49 persen yang ditemukan dan diobati. Sehingga, terdapat sebanyak 500 ribuan orang yang belum diobati dan berisiko menjadi sumber penularan.

Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular (P2PM) Kementerian Kesehatan Didik Budijanto mengungkapkan pihaknya akan menskrining TBC terhadap 500 ribu kasus yang belum ditemukan.

Skrining dilakukan dengan peralatan X-Ray Artificial Intelligence untuk memberikan hasil diagnosis TBC yang lebih cepat dan lebih efisien.

“Kami merencanakan skrining besar-besaran yang transformasional dengan memanfaatkan peralatan X-Ray Artificial Intelligence untuk memberikan hasil diagnosis TBC yang lebih cepat dan lebih efisien, termasuk bi-directional testing bagi penderita diabetes agar mereka mendapatkan pengobatan TBC sedini mungkin,” kata Didik dikutip dalam laman resmi Kemenkes, Kamis, 24 Maret.

Didik melanjutkan, upaya skrining ini merupakan amanat dari Presiden Joko Widodo yang menginginkan TBC bisa tereliminasi pada tahun 2013. Hal ini tertuang dalam Peraturan Presiden Nomor 67 Tahun 2021 tentang Penanggulangan TBC (tuberkulosis).

“Untuk itu upaya penemuan kasus sedini mungkin, pengobatan secara tuntas sampai sembuh merupakan salah satu upaya yang terpenting dalam memutuskan penularan TBC di masyarakat,” ucap Didik.

Lebih lanjut, sebanyak 91 persen kasus TBC di Indonesia adalah TBC paru yang berpotensi menularkan kepada orang yang sehat di sekitarnya.

Saat ini, penemuan kasus dan pengobatan TBC yang tinggi telah dilakukan di beberapa daerah di antaranya Banten, Gorontalo, DKI Jakarta, Sulawesi Utara, dan Sulawesi Barat. Sementara, daerah dengan kasus TBC paling banyak terkonsentrasi di Pulau Jawa seperti DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Timur, dan Jawa Tengah.

“Sebenarnya TBC itu biasanya ada di daerah yang padat, daerah kumuh, dan daerah yang PHBS (Perilaku Hidup Bersih dan Sehat) nya kurang, di situ potensi penularan TBC nya tinggi,” ungkap Didik.

Sebagai informasi, TBC merupakan penyakit yang menyerang menyerang saluran pernapasan dan juga organ pernapasan. Gejala awal TBC berupa batuk berdahak terus-menerus selama 2 sampai 3 minggu atau lebih, kemudian sesak napas, nyeri pada dada, badan lemas dan rasa kurang enak badan, nafsu makan menurun, berat badan menurun, dan biasanya yang muncul adalah berkeringat pada waktu malam hari meskipun tidak melakukan kegiatan apapun.