Kemenkes Ungkap 7 Pendekatan Deteksi Dini TBC
Ilustrasi- penyakit Tuberkulosis (ANTARA/HO-Internet)

Bagikan:

JAKARTA - Pemerintah memperkirakan kasus tuberkulosis atau TBC di Indonesia mencapai 969.000 setiap tahunnya. Ditargetkan, pada tahun ini pendeteksian kasus TBC bisa mencapai 90 persen dari perkiraannya.

Pendeteksian kasus TBC di Indonesia sempat menempati angka tertinggi sepanjang sejarah pada tahun 2022. Berdasarkan data Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, lebih dari 724.000 kasus TBC baru ditemukan tahun 2022.

Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular Kementerian Kesehatan (Kemenkes) Imran Pambudi menyebut, terdapat tujuh pendektan dalam upaya peningkatan deteksi dini dan perluasan layanan TBC yang berkualitas. Upaya ini diharapkan agar pengidap TBC yang ditemukan lebih cepat diobati.

Pertama, pelibatan seluruh fasilitas pelayanan kesehatan (fasyankes), baik pemerintah maupun swasta secara umum di 34 provinsi, khususnya di 19 provinsi prioritas PPM.

“Kegiatan pelibatan menyasar kepada rumah sakit (RS), klinik, dan Dokter Praktik Mandiri (DPM) dalam program TBC,” kata Imran dalam ketetangan tertulis, Minggu, 25 Februari.

Kegiatan ini mencakup advokasi dan in-house training menyediakan jejaring akses pemeriksaan laboratorium, yakn Tes Cepat Molekuler/TCM dan mikroskopis, dan logistik seperti obat melalui OAT (obat anti tuberkulosis) program dan Bahan Habis Pakai (BHP), termasuk katrid, pot dahak dan lainnya, kepada fasyankes.

Pendekatan kedua, pelibatan jaringan rumah sakit swasta besar dalam program TBC. Pelibatan ini meliputi enam jaringan RS swasta terbesar di Indonesia, yaitu MPKU PP Muhammadiyah, Hermina, Siloam, Pertamina Bina Medika IHC, Primaya, dan Mitra Keluarga, dengan total 256 rumah sakit.

“Tentunya, jaringan rumah sakit swasta ini memiliki indikator capaian mencakup target peningkatan penemuan kasus TBC, akses diagnosis sesuai standar dengan TCM, akses obat/OAT program untuk pasien TBC, keberhasilan pengobatan, dan peningkatan kapasitas bagi tenaga kesehatan dalam layanan TBC,” jelas Imran.

Ketiga, pelibatan jaringan rumah sakit dan klinik milik TNI dan POLRI dalam program TB. Jaringan ini meliputi 122 RS TNI dan 57 RS POLRI, serta 619 klinik TNI dan 598 klinik POLRI.

“Kegiatan peningkatan kapasitas dan penguatan peran fasyankes TNI-POLRI dalam skrining TBC. Pengiriman umpan balik per triwulan dan kegiatan monev untuk memantau kontribusi capaian fasyankes TNI dan POLRI,” ungkapnya.

Pendekatan keempat adalag inovasi pembiayaan program TB di fasilitas kesehatan tingkat pertama (FKTP). Inovasi berupa pemberian insentif non-kapitasi pada layanan TB bagi FKTP yang terlibat meliputi fase diagnosis, pengobatan tahap awal, dan pengobatan tahap lanjutan.

“Inovasi ini diawali dengan uji coba di 6 kota dengan estimasi beban kasus TBC yang besar, yaitu Kota Medan, Kota Jakarta Utara, Kota Bogor, Kota Semarang, Kota Surabaya, dan Kota Denpasar. Periode uji coba dilakukan mulai Juli 2023 sampai Juni 2024 nanti,” tutur Imran.

Kelima, pendekatan dalam bentuk Coaching TBC. Dalam hal ini, kegiatan pelatihan dan pendampingan untuk tenaga kesehatan dalam program TBC di fasyankes.

“Ini bertujuan mewujudkan layanan TBC yang berkualitas dan terstandar di fasilitas layanan kesehatan. Tahun 2023 sudah dilakukan di 28 kabupaten/kota, tahun 2024 diekspansi di 80 kabupaten/kota,” ujar dia.

Keenam, pemberian satuan kredit profesi (SKP) kepada tenaga kesehatan yang terlibat dalam layanan TBC di fasyankes. Ini bekerja sama dengan organisasi profesi dokter, perawat, tenaga farmasi, dan tenaga laboratorium.

Kemudian, pendekatan ketujuh adalah koordinasi dengan berbagai pemangku kepentingan lintas program Kemenkes dan lintas lembaga untuk meningkatkan kualitas pelayanan TB di fasyankes.