Suntikan Semangat Jokowi Lewat Perpres yang Mengatur Dewan Pengawas KPK
Komisi Pemberantasan Korupsi (Syamsul Ma'arif/VOI)

Bagikan:

JAKARTA - Presiden Joko Widodo telah menandatangani Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 91 Tahun 2019 yang isinya mengatur soal organ pelaksana Dewan Pengawas Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Diharapkan kehadiran peraturan turunan dari UU KPK Nomor 19 Tahun 2019 ini akan memberikan tenaga tambahan dalam penindakan kasus korupsi yang sempat lesu.

"Dengan terbitnya Perpres tersebut, harapannya Dewas KPK akan segera terbentuk organ kelengkapannya dan secara teknis akan membantu dan mempercepat tugas KPK terkait teknis izin penyitaan, penyadapan, penggeledahan, dan lainnya," kata Plt. Juru Bicara KPK Ali Fikri kepada wartawan di Jakarta, Senin, 6 Januari.

Terkait organ pelaksana dewan pengawas yang disebut Ali, hal ini telah termaktub dalam Perpres yang ditandatangani Presiden Jokowi pada 30 Desember yang lalu.

Pasal 1 Perpres Nomor 91 Tahun 2019 mwnyatakan, Dewan Pengawas Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi dalam menjalankan tugas membentuk organ pelaksana pengawas yang selanjutnya dalam Peraturan Presiden ini disebut dengan Sekretariat Dewan Pengawas Komisi Pemberantasan Korupsi.

Kemudian dijelaskan, sekretariat ini bakal dipimpin oleh seorang kepala yang bertanggung jawab kepada Ketua Dewas dan menyampaikan laporan berkala atau sewaktu-waktu sesuai dengan kebutuhan.

Sedangkan secara keseluruhan, sekretariat Dewan Pengawas KPK akan mempunyai tugas untuk memberikan dukungan administratif dan teknis operasional kepada Dewas KPK dalam mengawasi pelaksanaan tugas dan wewenang di KPK.

Menanggapi adanya Sekretariat Dewan Pengawas KPK ini, Ali mengatakan hal ini sebenarnya bukan barang baru di lembaganya tersebut. Sebab, menurut dia, beberapa bidang yang ada di lembaga antirasuah tentunya juga ada bagian sekretariat yang bertugas mengurusi administrasi.

"Di KPK itu kan per bidang ada kepala sekretariat, sama di Dewas itu kepala sekretariatnya, ya fungsi-fungsi administratif. Justru dengan adanya Perpres Dewas itu apa sangat membantu Dewas untuk bisa segera organ kelengkapannya, salah satunya di Sekretariat Dewas," jelas Ali.

Pun sama halnya dengan Kepala Sekretariat Dewan Pengawas KPK. Kata pengganti Febri Diansyah ini, juga akan menjalankan fungsi kepala sekretariat seperti di bagian lain yang dibutuhkan untuk urusan administrasi.

"Diperlukan Kepala Sekretariat untuk berhubungan dengan kita di KPK misalnya ada izin geledah, izin sita, dan izin sadap, dan sebagainya," ujar jaksa penuntut umum KPK ini.

Walau posisinya telah ditetapkan lewat Perpres, namun, belum diketahui siapa yang akan duduk pada jabatan Kepala Sekretariat Dewan Pengawas KPK.

Menurut Ali, mekanisme pengisian posisi ini bakal ditentukan oleh Sekretaris Jenderal (Sekjen) KPK dan pencarian nama pengisi posisi ini bakal menjadi prioritas. "Tentunya menjadi prioritas-prioritas itu memang kita tunggu ya, baik kerja apa, organ kelengkapan di Dewas karena itu yang sangat-sangat penting kita untuk kerja-kerja penyidikan," tegas dia.

Sebenarnya, Perpres yang disiapkan Jokowi bukan hanya soal Dewan Pengawas KPK. Ada dua peraturan lain yang sudah disiapkan oleh mantan Gubernur DKI Jakarta tersebut, yaitu mengenai organisasi serta pimpinan KPK, dan tentang alih status pegawai KPK menjadi ASN.

Komisi Pemberantasan Korupsi (Wardhany Tsa Tsia/VOI)

KPK berharap alih status pegawai jadi prioritas

Terkait alih status kepegawaian, lembaga antikorupsi ini juga meminta agar pembahasan Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) Manajemen Kepegawaian bisa menjadi prioritas bersama dengan kementerian terkait. Apalagi, Ali bilang, mereka sudah menerima tembusan dari Sekretariat Negara kepada Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (KemenpanRB).

"Surat tersebut merupakan jawaban atas surat KPK kepada Presiden RI tertanggal 12 Desember 2019 yang mengajukan izin prakarsa ke Presiden untuk penyusunan RPP Manajemen Kepegawaian KPK," kata Ali sambil menambahkan jika sebelumnya, aturan soal SDM KPK diatur dalam PP Nomor 63 Tahun 2005 sebagai turunan UU KPK Nomor 30 Tahun 2002.

RPP ini, menurut Ali, diharap bisa tetap menjaga independensi para pegawai yang ada di dalam lembaga tersebut. "Pada pokoknya RPP berisikan tentang status pegawai KPK, organisasi dan jabatan, pengadaan pegawai KPK, manajemen karir, manajemen kinerja, kompensasi, dan ketentuan lainnya yang terkait dengan manajemen kepegawaian KPK," ujarnya.

Selain soal independensi pegawai, rancangan tersebut juga berisi soal usulan konversi langsung pegawai lembaga antirasuah jadi aparatur sipil negara (ASN) bagi pegawai tetap. Sementara untuk pegawai tidak tetap, bisa jadi abdi negara setelah menjalani serangkaian tes sesuai prosedur yang berlaku.

Sementara terkait beredarnya draft Rancangan Perpres Organisasi dan Tata Kerja (OTK) KPK, Ali menegaskan KPK tak butuh hal itu dan menyebut cukup aturan internal KPK saja yang mengatur hal tersebut.

"Hal ini mengacu pada ketentuan Pasal 25 ayat (2) dan Pasal 26 ayat (8) UU Nomor 30 Tahun 2002 yang masih berlaku atau tidak termasuk materi yang diubah dalam UU Nomor 19 Tahun 2019," ungkapnya dan menjelaskan hingga saat ini, melalui Biro Hukumnya, KPK belum menerima informasi resmi terkait dengan aturan ini ataupun draf RPP tersebut.

"Kami berharap KPK dapat diinformasikan jika ada penyusunan aturan terkait dengan pelaksanaan tugas atau kepegawaian KPK," tutupnya.