JAKARTA - Masuknya Peneliti Pusat Penelitian Politik (P2P) Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Syamsuddin Haris sebagai Dewan Pengawas Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dianggap tak sesuai dengan sikap awalnya yang begitu keras mengkritik UU Nomor 19 Tahun 2019 tentang perubahan UU KPK kemudian dipertanyakan.
Pakar hukum pidana Universitas Trisakti, Abdul Fickar Hadjar mengatakan tak ada masalah dengan jabatan baru Haris. Hanya saja, dia sempat menyinggung peneliti LIPI itu karena beberapa waktu lalu kerap melempar kritik soal UU KPK baru juga Dewan Pengawas KPK.
"Kalau dilihat jejak digital kan Pak Syamsudin termasuk orang yang tidak setuju dengan UU KPK baru. Tapi, belakangan dia mengisi juga. Itu perlu ditanyakan, apa yang jad latar belakang perubahan itu," ungkap Fickar sambil tersenyum saat ditemui di Kawasan Wahid Hasyim, Menteng, Jakarta Pusat, Sabtu, 21 Desember.
Pertanyaan Fickar itu, mungkin juga menghiasi kepala publik. Sebab, Haris diketahui kerap memberikan kritik keras terkait UU KPK baru tersebut dan soal dewan pengawas.
Bukan hanya kritik, akademisi itu bahkan pernah mencurigai adanya pasal yang mengatur soal keberadaan Dewan Pengawas KPK sebagai langkah pelemahan yang dilakukan secara sistemik antara pemerintah Jokowi dengan DPR RI.
Rasa curiga ini muncul setelah Haris melihat dewan ini ternyata punya kewenangan yang begitu besar, yaitu memberikan izin terkait giat penindakan KPK berupa penyadapan, penggeledahan, dan penyitaan.
Hal ini pernah disampaikannya pada konferensi pers Sivitas LIPI menolak revisi UU KPK di Kantor LIPI, Jalan Gatot Subroto, Jakarta Selatan, Selasa 10 September yang lalu. Ketika itu, Haris mengatakan dewan pengawas merupakan bentuk intervensi yang nyata.
"Dewan pengawas ini adalah binatang yang sama sekali baru dan itu sepenuhnya wewenang dewan. Ini sebetulnya suatu intervensi yang tujuannya untuk melumpuhkan KPK," tegas Haris dalam acara tersebut.
Hanya saja kegarangan itu akhirnya hilang, setelah Haris dihubungi oleh pihak Istana Negara untuk hadir dan dilantik sebagai salah satu dewan pengawas bersama Tumpak Hatorangan Panggabean, Albertina Ho dan Artidjo Alkostar pada Jumat, 20 Desember yang lalu.
Belakangan saat diklarifikasi soal penolakannya terhadap dewan pengawas, Haris mengaku saat itu dia tak setuju jika dewan ini diputus oleh anggota Komisi III DPR RI sebagai mitra KPK. Belakangan, sikapnya melunak karena dewan ini ternyata dipilih langsung oleh Jokowi.
Selain itu, dia malah membela Jokowi dengan mengatakan dewan pengawas ini merupakan satu bentuk komitmen Jokowi terhadap pemberantasan korupsi.
"Bagaimanapun bapak presiden berulang kali mengatakan itu bahwa dia komit pemberantasan korupsi atau penegakan pemerintah bersih cuma memang waktu UU KPK direvisi tampaknya beliau, tidak bisa menghindar sebab semua parpol mendukung revisi itu," ujar Haris di Istana Negara, Jakarta Pusat, Jumat, 20 Desember.
Sedangkan saat hadir di Gedung KPK untuk mengikuti acara serah terima jabatan Pimpinan KPK periode 2019-2023, Haris mengatakan, dirinya punya keyakinan jika dewan pengawas ini bukanlah titipan partai manapun.
Ketertarikannya duduk di jabatan yang pernah dikritiknya ini, juga terjadi lantaran dia mendengar nama lain yang bakal ikut mengisi posisi tersebut, seperti Artidjo Alkostar, Tumpak Hatorangan Panggabean, Albertina Ho, dan Harjono.
Haris yakin, nama yang penuh integritas ini bisa menyelamatkan dan memperkuat KPK. "Sehingga saya berkesimpulan ini bisa menjadi pintu masuk untuk menyelamatkan KPK, untuk memperkuat KPK. Bukan sebaliknya,” tegas Syamsudin.
Diharap mundur sebagai peneliti LIPI
Terkait jabatan baru Haris sebagai Dewan Pengawas KPK, Peneliti LIPI Sri Nuryanti yakin Syamsuddin Haris akan melepas sementara jabatan sebagai peneliti di lembaga keilmuan tersebut. Dia yakin, Haris tak bakal merangkap jabatan sebagai peneliti dan dewan pengawas.
"Posisinya tidak akan merangkap, yang jelas tidak akan merangkap. Sekarang posisinya jadi Dewas," ungkap Sri di Jakarta, Sabtu, 21 Desember.
Sri kemudian menyamakan posisi Haris dengan dirinya saat diangkat sebagai anggota KPU. Setelah menjabat, dia berhenti sementara sebagai peneliti LIPI dan kembali setelah masa jabatannya berakhir. "Ini yang kemungkinan akan terjadi dengan Prof Haris atau temen-temen yang bantu di pemerintahan," katanya.
Dalam kesempatan itu, Sri juga angkat bicara soal jabatan baru koleganya. Dia mengapresiasi diangkatnya Haris sebagai Dewan Pengawas KPK. Apalagi, selama ini Haris kerap bersuara soal isu pelemahan lembaga antirasuah tersebut.
Sehingga dengan masuknya Haris ke dalam jabatan tersebut, maka diharapkan tak akan ada lagi upaya pelemahan KPK. Apalagi, nama dewan pengawas juga diisi sejumlah tokoh yang punya integritas dan independensi.
"Karena Dewasnya terdiri dari orang-orang yang independen secara politik dan mempunyai kapabilitas intelektual yang tidak terbantahkan," tutupnya.