JAKARTA - Pengamat politik Rocky Gerung menilai ada perbedaan signifikan terkait kritik yang disampaikan aktivis HAM Haris Azhar dan Fatia Maulidiyanti dengan klaim big data dari Menko Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan.
Menurutnya, kritik yang disampaikan Haris dan Fatia mewakilkan suara reformasi yang mengangkat semangat anti korupsi, kolusi, dan nepotisme. Kritik yang disampaikan keduanya berdasarkan basis data riset. Sumber risetnya pun tidak ditutupi ke publik.
"Haris Azhar dan Fatia itu mewakilkan suara reformasi, anti-KKN, upaya untuk menghasilkan kembali Indonesia yang bersih dilakukan oleh Haris dan Fatia melalui riset," kata Rocky, dikutip dari kanal YouTube Rocky Gerung Official, Senin 21 Maret.
Sementara itu, hal berbeda dilakukan Luhut. Wakil Ketua Tim Penanganan Covid-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional (KPC-PEN) itu mengatakan ada big data 110 juta netizen ingin Pemilihan Umum (Pemilu) 2024 ditunda.
Pernyataan kontroversial Luhut itu membuat heboh. Namun, hingga saat ini sumber big data tersebut ogah dibuka Luhut sebagai pihak yang mengklaim. Luhut enggan transparan terkait sumber data itu.
Dari dua keadaan yang dijelaskan Rocky, ia merasa heran Haris-Fatia malah dilaporkan ke polisi. Padahal apa yang disampaikan berdasarkan riset dengan sumber yang dibuka ke publik. Sementara apa yang dikatakan Luhut soal adanya 110 juta warganet ingin Pemilu 2024 ditunda berlalu begitu saja.
"Ini bedanya Haris dilaporkan karena bikin riset, sementara Pak Luhut itu bebas-bebas aja berbohong tentang big data itu, dan engga mau buka datanya, sementara Haris buka datanya," ujar Rocky.
Atas dasar itu Rocky menilai ada ketimpangan terkait proses hukum apabila menyangkut pejabat negara. "Ini sebetulnya ingin kita nilai, kenapa hukum begitu ada soal menyangkut kekuasaan itu, langsung bereaksi cepat," imbuhnya.
Haris dan Fatia sudah ditetapkan menjadi tersangka dalam kasus dugaan pencemaran nama baik yang dilaporkan Luhut. Keduanya diperiksa sebagai tersangka pada hari ini.
Pantauan VOI, Haris telah tiba di gedung Direktorat Kriminal Khusus Polda Metro Jaya sekitar pukul 10.48 WIB, Senin 21 Maret.
Sebelum menjalani pemeriksaan, Haris sempat memberikan pernyataan. Dia menilai penetapan tersangka ini berunsur politis. "Ini [berunsur politis]," ujar Haris Azhar kepada wartawan, Senin, 21 Maret.
BACA JUGA:
Dalam kasus ini, polisi dinilai telah melakukan kriminalisasi terhadap Haris dan Fatia yang dianggap menyuarakan isu Papua lewat video yang kemudian diunggah ke akun YouTube milik Haris Azhar.
Adapun video itu berjudul 'Ada Lord Luhut Dibalik Relasi Ekonomi-OPS Militer Intan Jaya!! Jenderal BIN Juga Ada!'.
Pada video tersebut, keduanya membahas hasil riset sejumlah organisasi seperti KontraS, Walhi, Jatam, YLBHI, Pusaka tentang bisnis para pejabat atau purnawirawan TNI AD di balik bisnis tambang emas maupun rencana eksploitasi daerah Blok Wabu di Intan Jaya, Papua.
Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Endra Zulpan menegaskan penetapan tersangka Haris-Fatia sesuai dengan koridor hukum selama kasus berjalan. "Enggak [melakukan kriminalisasi], lah. Kita bekerja berdasarkan fakta hukum," kata Zulpan saat dikonfirmasi, Minggu, 20 Maret.