Bagikan:

BADUNG - Semenjak invasi Rusia ke Ukraina, warga Rusia ikut terdampak karena kebijakan sanksi sejumlah negara termasuk soal penarikan uang.

Hal ini yang juga dirasakan Natalie Kambaratova (23), WN Rusia, yang menceritakan kehidupannya selama berada di Pulau Dewata.

Sudah tiga bulan Natalie berada di Bali. Saat ini kondisi perekonomian dirinya jauh berbeda setelah peperangan antara Rusia dan Ukraina.

Natalie berasal Kota Nizhny Novgorod. Saat tiba di Bali, dia berpikir akan menjalani kehidupan dengan serba murah.

Tetapi kondisi itu tidak lama karena terjadi invasi Rusia ke Ukraina sehingga kurs uang Rubel Rusia jatuh. Semua kebutuhan menjadi naik.

"Awalnya di sini semuanya lebih murah, tapi sekarang jadi sedikit lebih mahal bagi saya. Karena USD naik tinggi dan kurs kami jadi lebih rendah. Tapi Bali masih lebih baik karena orang-orangnya baik," kata Natalie saat ditemui di Pantai Berawa, Canggu, Kecamatan Kuta Utara, Kabupaten Badung, Bali, Jumat, 18 Maret.

Natalie tidak bisa menarik uang dari mesin ATM karena transaksinya diblokir. Namun, dia mengaku bisa bertahan karena kondisi keuangannya saat ini mengandalkan aset digitalnya yaitu kripto untuk keperluan sehari-harinya.

"Semua orang Rusia tidak bisa menggunakan ATM-nya. Waktu itu, kita diberi tahu oleh bank bahwa kita tidak akan bisa menggunakan kartu kami untuk semua transaksi dan hanya diberi waktu lima jam untuk menarik uang di ATM," ujarnya.

"Kami sangat terkejut dan harus berusaha untuk mendapat uang kami dan kami sekarang menggunakan kripto. Rencana saya kedepannya, saya sudah bekerja di bidang online untuk mendapatkan uang dari klien saya. Saya juga punya kripto dan saat ini saya mempunyai kartu lokal (ATM Indonesia)," sambung Natalie.

Kini Natalie dan sejumlah warga Rusia harus berhemat di Bali. "Saya harus lebih irit sekarang, share kamar hotel dengan teman, pergi ke cafe hanya sekali," ungkapnya.