JAKARTA - Nasib dan tempat Rusia di dunia sedang diputuskan saat ini, dengan faktor utama untuk pembangunan negara itu adalah kedaulatan, yang tidak akan pernah disetujui untuk ditinggalkan, Kepala Badan Intelijen Luar Negeri Rusia (SVR).
Ini dikatakan oleh Kepala SVR Sergei Naryskhin, di sela-sela pertemuan pertama dewan pakar pengembangan pendidikan sejarah, di bawah Kementerian Pendidikan dan Ilmu Pengetahuan.
"Negara kita hidup melalui momen yang benar-benar bersejarah. Masa depan Rusia dan tempatnya di dunia dipertaruhkan," katanya, seperti dikutip dari TASS 17 Maret.
"Harus diingat, kedaulatan selalu menjadi faktor utama bagi perkembangan Rusia dan tulang punggung sejarahnya yang berumur ribuan tahun. Sama seperti hak untuk menentukan nasibnya sendiri, secara bebas dan sadar," paparnya.
"Kedaulatan adalah perlindungan yang baik untuk keberadaan dan martabat warga negara kita. Ini adalah masa depan anak-anak kita. Rusia tidak pernah mundur dari masalah seperti itu dan tidak akan pernah melakukannya, karena jika tidak, Rusia akan berhenti," tandasnya.
Lebih jauh Naryshkin menekankan, keputusan Presiden Rusia Vladimir Putin untuk melakukan operasi militer khusus di Ukraina didasarkan pada visi situasi dunia yang sangat tepat dan realistis.
Menurutnya, penundaan sekecil apa pun dalam mengambil tindakan terhadap rezim Russophobia yang terang-terangan di Kyiv, Ukraina akan membawa tragedi yang jauh lebih buruk.
"Keputusan presiden Rusia untuk melakukan operasi militer khusus dengan tujuan melindungi penduduk Donbass dan melindungi keamanan negara kita, bergantung pada analisis mendalam tentang hukum sejarah dan visi situasi dunia yang sangat tepat dan realistis," tukas Naryshkin.
BACA JUGA:
"Rusia tidak punya pilihan lain. Penundaan sekecil apa pun dalam mengambil tindakan terhadap rezim Russofobia, korup dan oligarki yang terang-terangan di Kyiv akan membawa tragedi besar dalam waktu dekat," ungkapnya.
Untuk diketahui, Presiden Vladimir Putin mengizinkan operasi militer khusus di Ukraina pada 24 Februari lalu. Tujuannya untuk demiliterisasi dan denazifikasi, bukan untuk melakukan pendudukan wilayah dan tidak menargetkan warga sipil.
Sementara, Ukraina dan negara Barat menilai langkah tersebut mengada-ada untuk melakukan invasi, diikuti dengan penjatuhan sanksi terhadap Moskow oleh Amerika Serikat, sekutu serta sejumlah negara lain, yang dibalas juga dengan sanksi oleh Rusia.