Mahfud MD: Jokowi Dengar Masukan Tapi Tegaskan Pilkada Tak Perlu Ditunda
Mahfud MD (DOK. VOI/Irfan Meidianto

Bagikan:

JAKARTA - Menteri Koordinator bidang Politik Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD menyebut Presiden Joko Widodo sudah mendengar masukan dari sejumlah pihak, termasuk dari Nahdlatul Ulama dan Muhammadiyah yang menyerukan penundaan Pilkada 2020 karena adanya pandemi COVID-19. 

Mahfud mengatakan, Jokowi bahkan menggelar rapat khusus untuk membicarakan permintaaan dari sejumlah pihak terkait penundaan pemilihan kepala daerah tersebut.

"Presiden telah dengar dan pertimbangkan pendapat dan usul-usul. Semua didengar. Yang ingin ditunda dan yang ingin melanjutkan. Dari ormasi seperti NU Muhammadiyah pun pendapatnya berbeda, itu semua di dengar dan Presiden mengadakan rapat atau membicarakan secara khusus untuk membahas hal tersebut," kata Mahfud saat membuka Rapat Koordinasi Persiapan Pilkada Serentak 2020 yang ditayangkan di YouTube, Selasa, 22 September.

Dalam rapat tersebut, sambung dia, Jokowi telah mendengar sejumlah pertimbangan dari kementerian dan lembaga terkait mengenai pelaksanaan Pilkada 2020 sebelum dia akhirnya memutuskan pelaksanaan kontestasi tersebut tak perlu ditunda.

"Presiden berpendapat bahwa pilkada tidak perlu ditunda dan tetap dilaksanakan, pendapat presiden ini sudah disalurkan ke Kemendagri agar disampaikan ke DPR ke KPU ke Bawaslu, DKPP dan sebagainya yang juga dilakukan kemarin 21 September," ungkapnya.

Eks Ketua Mahkamah Konstitusi ini kemudian menyebut, ada sejumlah pertimbangan bagi Jokowi untuk mengambil keputusan tersebut. Pertama, sebagai upaya menjamin hak konstitusional rakyat dalam hal dipilih dan memilih. 

Kedua, pelaksanaan tetap dilakukan karena tak ada yang tahu kapan pandemi ini akan berakhir. Apalagi, saat ini banyak negara yang tetap melaksanakan pemilihan umum meski tengah mengalami pandemi COVID-19 dan salah satu contoh negara yang disebut adalah Amerika Serikat yang akan melaksanakan pemilihan presiden.

Pertimbangan terakhir, kata Mahfud, Jokowi tidak ingin ada kekosongan pimpinan di 200 lebih daerah dalam waktu bersamaan. Alasannya, penjabat sementara atau pelaksana tugas tidak dapat mengambil kebijakan strategis sedangkan dalam menangani COVID-19 diperlukan dalam pengambilan kebijakan secara cepat.

"Maka akan kurang menguntungkan proses pemerintahan jika 270 daerah ditetapkan plt sampai waktu tidak jelas," tegasnya.

Lagipula, penundaan pilkada yang diserukan oleh banyak pihak sudah pernah dilakukan oleh pemerintah ketika awal pandemi COVID-19. Jika sebelumnya kontestasi lima tahunan ini digelar pada 23 September, kini, pelaksanaannya menjadi 9 Desember. Sehingga, permintaan penundaan itu sudah dijawab oleh pemerintah.

"Oleh sebab itu penundaan sudah pernah untuk jawab suara masyarakat yang ingin ditunda," ujarnya.

Sebelumnya, desakan agar pemerintah menunda pelaksanaan Pilkada 2020 muncul dari sejumlah kalangan. Terbaru, dua organisasi keagamaan di Indonesia yaitu Pengurus Besar Nahdatul Ulama (PBNU) dan Pengurus Pusat (PP) Muhammadiyah meminta agar pelaksanaan pemilihan ini ditunda demi kesehatan masyarakat dan demi mencegah terjadinya penularan COVID-19 di tengah masyarakat.