Bagikan:

JAKARTA - Masih pusing karena transquilizer, bongo gunung membuat langkah pertama yang tidak pasti di luar penangkaran ketika para konservasionis di Kenya membuka suaka yang mereka harap dapat membawa kijang hutan endemik kembali dari ambang kepunahan.

Kombinasi penyakit, perburuan dan hilangnya habitat hutan akibat pembalakan liar dan pertanian, menyebabkan kurang dari 100 bongo gunung yang ada di alam liar, menurut International Union for Conservation of Nature (IUCN).

Namun minggu lalu, para konservasionis melepaskan lima antelop besar berwarna kastanye, yang berasal dari hutan khatulistiwa Kenya, ke Suaka Margasatwa Bongo Gunung Mawingu seluas 776 acre (3,1 kilometer persegi) di kaki Gunung Kenya.

"Bongo gunung adalah salah satu hewan ikonik terpenting di Kenya," kata Najib Balala, menteri pariwisata dan satwa liar, setelah memotong pita pada upacara pembukaan cagar alam pada Hari Rabu, melansir Reuters 10 Maret.

Pelepasan bongo gunung adalah puncak dari program penangkaran dan rewilding yang dimulai pada tahun 2004, dengan tujuan untuk memiliki 50-70 bongo yang sepenuhnya dibangun kembali di cagar alam pada tahun 2025, untuk kemudian mencapai 750 pada tahun 2050, menurut pemerintah.

"Ini seperti langkah pertama dalam pemulihan," uajr Isaac Lekolool, kepala layanan veteriner di Kenya Wildlife Service (KWS).

bongo gunung
Bongo Gunung. (Wikimedia Commons/Heather Smithers)

Bongo gunung pernah berkeliaran secara luas dalam jumlah besar, tetapi beberapa hewan yang tersisa, yang bulunya bergaris-garis putih tipis yang khas, hidup di kantong-kantong hutan terpencil yang tersebar di sekitar Kenya.

Di antara ancaman tersebut, IUCN mengatakan telah terjadi peningkatan perburuan bongo gunung oleh masyarakat setempat, termasuk perburuan dengan anjing.

"Spesies ini sedang menuju kepunahan di alam liar kecuali ada sesuatu yang dilakukan dengan cepat," ungkap Robert Aruho, kepala layanan hewan di Mount Kenya Wildlife Conservancy (MKWC) yang merupakan sebuah badan amal.

MKWC telah menyiapkan program konservasi, pendidikan dan pemberdayaan masyarakat untuk meningkatkan kesadaran, sekaligus membantu mengurangi ancaman manusia terhadap hewan.

Selain itu, MKWC juga melibatkan masyarakat lokal dalam menanam lebih dari 35.000 spesies pohon asli di sekitar Gunung Kenya, puncak tertinggi kedua di Afrika, untuk memulihkan ekosistem hutan yang rusak.

Untuk membantu menjaga keragaman genetik dalam program pemuliaan, telah diberikan persetujuan untuk mengimpor bongo dari Eropa dan Amerika, kata Aruho.

"Ketika mereka mencapai titik di mana kita harus datang untuk membantu mereka, harga yang kita bayar dalam hal sumber daya keuangan, sumber daya manusia sangat, sangat besar, dan kadang-kadang kita tidak siap untuk membayar harga itu," papar Aruho seperti mengutip Euronews.

"Membalikkan kepunahan sangat mahal dan kita harus melakukan segala yang diperlukan untuk mencegah hal tersebut," pungkasnya.