Bagikan:

JAKARTA - Komisioner Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) Retno Listyarti meminta Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemdikbud) mengubah muatan kurikulum di mata pelajaran sejarah diperbaiki.

Menurut Retno, kurikulum pelajaran sejarah saat ini didominasi oleh peristiwa perang, kekerasan, dan cerita yang terpusat di Jawa (jawasentris). 

"Ada muatan-muatan kurikulum sejarah dan materi pelajaran sejarah yang harus diperbaiki, begitupun metode pembelajaran sejarahnya, mumpung Kemdikbud sedang menyederhanakan kurikulum," kata Retno dalam keterangannya, Minggu, 20 September.

Retno menganggap, nilai-nilai yang dipelajari dalam sejarah bangsa merupakan teladan bagi generasi muda, serta meningkatkan apresiasi terhadap karya para pendahulu. Sebab itu, menurut dia, dominasi soal peperangan dalam kurikulum sejarah bisa dikurangi.

"Kurikulum sejarah Indonesia didominasi oleh sejarah perang dan kekerasan, barangkali ini perlu diperbaiki agar generasi muda tidak salah menafsir seolah-olah sejarah bangsa kita penuh kekerasan sehingga nantinya dicontoh oleh generasi berikutnya," jelas Retno.

Retno khawatir, generasi muda akan menyelesaikan masalah dengan kekerasan bukan dengan dialog. Padahal, pembelajaran sejarah dapat menjadi  instrumen strategis untuk membentuk karakter generasi muda sebagai penerus bangsa.

Selain itu, Retno juga menilai tak mestinya kurikulum sejarah didominasi oleh peristiwa masa lalu yang terpusat di Jawa.

"Kurikulum sejarah memberikan tempat sejarah wilayah lain, sehingga anak Papua, anak Aceh, Anak Kalimantan, Anak Sulawesi, Anak Sumatera, belajarnya sejarah Jawa, padahal daerahnya juga memiliki sejarah yang layak dipelajari anak bangsa ini," tuturnya.

Pada dasarnya, Retno setuju jika kurikulum Sejarah disederhanakan. Namun, Retno tidak sependapat jika Kemdikbud menempatkan sejarah sebagai mata pelajaran pilihan.

"Saya menilai penempatan sejarah sebagai mata pelajaran pilihan tidak tepat. Semua anak, baik di jenjang SMA ataupun SMK berhak mendapatkan pembelajaran sejarah dengan bobot dan kualitas yang sama," imbuhnya.

Awalnya, polemik soal penghapusan mata pelajaran sejarah ini ramai di media sosial. Rencana ini tertuang dalam rancangan sosialisasi Penyederhanaan Kurikulum dan Asesmen Nasional tertanggal 25 Agustus. 

Dalam rancangan ini disebutkan, Kemendikbud berencana membuat mata pelajaran ini tidak wajib bagi siswa SMA dan SMK serta sederajat. Nantinya, pelajaran yang biasanya wajib diikuti kini menjadi pelajaran pilihan, yang bisa diambil ataupun tidak oleh siswa SMA.

Namun, menurut Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan dan Perbukuan Kemendikbud Totok Supriyatno, tak ada rencana bagi kementeriannya menghapuskan pelajaran tersebut. Dia menegaskan mata pelajaran akan tetap diajarkan di sekolah. Apalagi mata pelajaran ini penting karena membahas perjalanan bangsa Indonesia.

"Kemendikbud mengutamakan sejarah sebagai bagian penting dari keragaman dan kemajemukan serta perjalanan hidup bangsa Indonesia, pada saat ini dan yang akan datang," kata Totok.

Lebih lanjut Totok mengatakan, Kemendikbud bukannya akan menghapus mata pelajaran tertentu. Dia mengatakan, kementeriannya itu sedang melakukan upaya penyederhanaan kurikulum. Hanya saja, rencana ini masih dalam tahap awal atau masih dalam tahap kajian akademis.

Penyederhanaan kurikulum ini, kata Totok, dilakukan sebagai upaya meningkatkan kualitas pendidikan nasional. "Kajian yang terus dilakukan tersebut memperhatikan beerbagai hasil evaluasi implemenatsi kurikulum. Baik yang dilakukan pemerintah maupun masyarakat serta perubahan paradigma keragaman bukan keseragaman dalam implementasi kurikulum," ujarnya.

Dia menegaskan, pada prinsipnya, Kemendikbud akan menggodok penyederhanaan kurikulum ini dengan hati-hati dengan semua pihak. Mereka juga berharap adanya masukan dari seluruh pemangku kepentingan pendidikan. 

"Termasuk organisasi, pakar, dan pengamat pendidikan yang merupakan bagian penting dalam pengambilan kebijakan pendidikan," ujarnya.