JAKARTA - Rektor Universitas Ibnu Chaldun Musni Umar ikut berkomentar tentang wacana penundaan Pemilihan Umum (Pemilu) 2024 yang terus digaungkan Partai Golkar. Menurutnya, Golkar harus belajar dari sejarah masa lalu.
Musni menyampaikan agar pihak yang terus mengangkat gagasan penundaan Pemilu berkaca kepada masa lalu saat konstitusi pesta demokrasi dilanggar.
"Usulan yang melawan konstitusi seharusnya Golkar sadarkan jika ada rakyat yg ingin tunda Pemilu. Apa Golkar tdk belajar dari sejarah Orde Lama dan Orde Baru," katanya dalam akun Twitter, @musniumar, dikutip Jumat 11 Maret.
Sebelumnya, anggota Dewan Pembina Perludem, Titi Anggraini, mengatakan wacana menunda Pemilu 2024 merupakan pelanggaran terhadap asas kedaulatan rakyat.
Menurut Titi, kedaulatan rakyat merupakan salah satu asas yang menjadi dasar terbentuknya konstitusi. Sehingga, kata dia, pelanggaran terhadap asas itu turut melanggar konstitusi negara UUD 1945.
"Asas kedaulatan rakyat selama ini kita praktikkan melalui penyelenggaraan pemilu yang bebas dan adil," ujar Titi dalam diskusi virtual.
BACA JUGA:
Lebih lanjut, Titi menyebut penundaan Pemilu 2024 merupakan upaya menerabas konstitusi. Adapun melanggar Pasal 7 UUD 1945, Pasal 6A UUD 1945, dan Pasal 22E UUD 1945.
Titi menegaskan, konstitusi memang bisa diganti dengan melakukan amendemen. Namun, semangat konstitusionalisme berdemokrasi merupakan komitmen bernegara masyarakat demokrasi.
“Di Pasal 22E ayat 1 telah disebutkan pemilihan umum dilaksanakan secara luber jurdil (langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil) setiap 5 tahun sekali. Kewajiban menyelenggarakan pemilu secara berkala jelas-jelas dilanggar oleh narasi penundaan pemilu ini,” tandasnya.