Bawaslu Sesalkan Jajaran KPUD yang Tak Penuhi Panggilan Sidang Sengketa Pilkada
DOK. Bawaslu

Bagikan:

JAKARTA - Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) menerima 71 permohonan sengketa pendaftaran calon kepala daerah pada pilkada serentak 2020. Dari permohonan ini, ada hal yang menjadi catatan Bawaslu.

Permohonan ini diajukan oleh bakal calon peserta pilkada. Mereka mengajukan ketidakpuasan paslon terhadap proses pencalonan pendaftaran maupun verifikasi administrasi faktual yang dilakukan KPU.

Anggota Bawaslu Rahmat Bagja menyayangkan sikap sejumlah jajaran KPU daerah yang tidak memenuhi ketentuan pemanggilan sidang sengketa pendaftaran pasangan calon.

Meski begitu, Bagja enggan membeberkan KPU kabupaten/kota mana yang bersikap tidak kooperatif dalam menjalani penanganan pelanggaran tersebut.

"Yang kami sayangkan, ada di salah satu kabupaten/kota ada panggilan sidang dari Bawaslu, tapi KPU hanya sekali atau dua kali datang komisionernya. Selanjutnya, dilanjutkan pengacara," tutur Bagja dalam konferensi pers virtual, Jumat, 18 September.

Ada juga beberapa saksi KPU kabupatem/kota yang menolak untuk hadir memberikan keterangan, baik panitia pemilihan kecamatan atau penyelenggara pemungutan suara.

"Ini jadi perhatian kita bersama dalam menyelenggarakan sengketa karena yang disengketakan adalah SK KPU, yang sebetulnya KPU bisa mendatangkan saksi yang bisa menguatkan SK tersebut," ujar Bagja.

Bagja menjelaskan permohonan sengketa ini diajukan oleh bakal pasangan calon ke Bawaslu provinsi maupun kabupaten/kota yang menyelanggarakan pilkada di tahun ini.

"Dari 71 permohonan sengketa yang masuk, Bawaslu telah menyelesaikan 63 kasus. Permohonan tersebut diselesaikan oleh 1 Bawaslu Provinsi, 52 Bawaslu Kabupaten, dan 10 Bawaslu Kota," kata Bagja. 

Menurut Bagja, permohonan sengketa tersebut terjadi selama proses pendaftaran pasangan calon perseorangan yang terbagi tiga tahap.

Ketiga tahap tersebut mulai dari penyerahan berkas dukungan dan sebaran atau verifikasi adminitrasi, verifikasi administrasi perbaikan, dan verifikasi faktual perbaikan. 

"Bawaslu pun telah menerima permohonan sengketa dalam tahapan pendaftaran calon melalui partai politik," ucapnya.

Dalam penyelesaian sengketa formal yang dilaksanakan Bawaslu saat pilkada putusannya bersifat korektif. Putusannya akan membatalkan atau mencabut, mengubah atau memperbaiki ketika terbukti terjadi penyimpangan.

Hal ini sesuai kewenangannya berdasarkan UU Nomor 10 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota Menjadi Undang-Undang.

Pilkada 2020

Pemilihan Kepala Daerah atau Pilkada 2020 akan menjadi spesial dibanding pesta demokrasi yang lain. Pilkada 2020 akan tercatat dalam sejarah karena pesta demokrasi ini diselenggarakan saat Indonesia masih masuk masa darurat penyebaran COVID-19. 

Untuk memberikan kepastian hukum terkait pelaksanaan protokol kesehatan dalam penyelenggaraan Pilkada 2020, pemerintah menelurkan peraturan Komisi Pemilihan Umum (KPU) Nomor 6 Tahun 2020 atau PKPU No 6/2020. Beleid itu berisi aturan penerapan protokol kesehatan pada setiap tahapan Pilkada.

KPU juga menyiapkan simulasi proses pemungutan hingga penghitungan suara di tempat pemungutan suara dengan menerapkan protokol kesehatan pencegahan COVID-19 yang melibatkan Satuan Tugas Penanganan COVID-19. Pada penerapannya, KPU harus mengedepankan penggunaan media digital dalam sosialisasi ataupun kampanye. Selain itu KPU juga membatasi peserta sosialisasi secara tatap muka dan membatasi jumlah massa yang mendampingi proses pendaftaran calon peserta pilkada ke KPU.

Selain penyelenggara, partai politik dan bakal calon yang akan hadir dalam pendaftaran juga diwajibkan untuk menerapkan protokol kesehatan. Salah satu penerapannya antara lain saat penyerahan dokumen pendaftaran bakal pasangan calon Pilkada yang diatur Pasal 49 Ayat (1) PKPU 6/2020.

Dalam beleid itu diatur dokumen yang disampaikan harus dibungkus dengan bahan yang tahan terhadap zat cair. Lalu sebelum diterima petugas, dokumen itu disemprot dahulu dengan cairan disinfektan.

Dalam aturan itu juga petugas penerima dokumen wajib mengenakan alat pelindung diri berupa masker dan sarung tangan sekali pakai. Aturan lainnya: membatasi jumlah orang yang ada di dalam ruangan; dilarang membuat kerumunan; penyampaian dokumen harus berjarak dan antre; seluruh pihak membawa alat tulis masing-masing; menghindari kontak fisik; penyediaan sarana sanitasi yang memadai; dan ruangan tempat kegiatan dijaga kebersihannya.

Selain proses pendaftaran, pelaksanaan kampanye dan pemungutan suara juga dipastikan akan berbeda dari kondisi normal. Pada proses kampanye aturan protokol kesehatan tercantum pada Pasal Pasal 57-64.

Yang paling akan terasa berbeda pada Pilkada 2020 ini adalah, para pasangan calon harus sebisa mungkin membatasi diri bertemu dengan khalayak ramai. Dalam aturan itu juga diatur mengenai diskusi publik yang harus dilakukan di studio Lembaga Penyiaran. Pada pendukung tak diperkenankan hadir pada acara-acara tersebut.

Untuk mewujudkan peraturan tersebut pemerintah telah menambahkan anggaran penyelenggaraan Pilkada 2020. Berdasarkan data Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) akhir Agustus lalu, total anggaran pilkada sebesar Rp15,22 triliun. Sementara yang telah dicairkan pemerintah daerah sebanyak Rp12,01 triliun atau 92,05 persen. Sehingga masih ada 7,95 persen atau Rp1,21 triliun yang belum dicairkan.

Jumlah itu sudah termasuk anggaran tambahan sebagai biaya untuk mengantisipasi penyebaran COVID-19. Untuk Komisi Pemilihan Umum (KPU) anggaran ditambahkan sebesar Rp4,7 triliun, Bawaslu Rp478 miliar, dan Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) Rp39 miliar, dengan didukung Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).