JAKARTA - Staff khusus dan Juru bicara Menteri BUMN, Arya Sinulingga membantah bahwa pernyataan Komisaris PT Pertamina (Persero) Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok ke publik sudah atas sepengetahuan Menteri BUMN Erick Thohir. Ia mengatakan, hal ini merupakan masalah internal perusahaan pelat merah tersebut.
Arya mengatakan, sebagai komisaris utama Ahok punya hak untuk memanggil jajaran direksi Pertamina, guna meminta penjelasan mengenai apa yang disampaikannya melalui video yang akhirnya menjadi viral.
Terkait dengan utang Pertamina, kata Arya, sebagai komisaris tentu Ahok mengetahuinya. Bahkan, perusahaan energi terbesar tersebut juga meminta persetujuan para komisaris termasuk Ahok sebelum memutuskan untuk berutang.
"Ya kami sih anggap itu persoalan internal mereka, jadi diselesaikan aja. Kalau persoalan utang Pak Ahok Komut ya, jadi dia punya hak, dan dia tahu kok. Setiap utang itu atas persetujuan dia juga bersama komut lainnya, kolektif ya. Jadi artinya apa yang ada di sana itu persoalan internal mereka. Kami support komisaris, direksi, untuk memperbaiki Pertamina," ucapnya, dalam acara 'Ahok Bongkar Aib Pertamina, Ada Apa?', Rabu, 16 September, malam.
Menurut Arya, sejak awal Erick Thohir juga sudah mengkritisi permasalahan-permasalahan yang ada di Pertamina. Bahkan, kata Arya, Erick selalu menekankan bahwa segala permasalahan yang ada di tubuh Pertamina harus diselesaikan di dalam.
"Pak Erick sejak awal banyak sekali mengkritisi Pertamina. Makanya kita dorong nih Pertamina semakin baik, kita bilang selesaikan di dalam. Ada masalah, ada mafia selesaikan di dalam, ada urusan proyek-proyek belum selesai, selesaikan. Mana yang tertunda, mangkrak-mangkrak selesaikan, itu tugas Pak Ahok," tuturnya.
Catatan Ahok Jadi Perhatian Kementerian BUMN
Arya mengatakan, apa yang disampaikan oleh Ahok mengenai aib Pertamina, semuanya akan menjadi perhatian Kementerian BUMN sebagai pimpinan perusahaan-perusahaan pelat merah.
Lebih lanjut, Arya berujar bahwa Kementerian BUMN selalu mengadakan pertemuan dengan direksi Pertamina termasuk komisaris dan direktur. Hal ini guna mengetahui permasalahan apa saja yang terjadi di dalam tubuh Pertamina.
"Perhatian, itu sudah juga kita sampaikan juga. Kami kan ada pertemuan rutin hampir sebulan sekali antara komut, dirut, dengan Kemen BUMN atau Pak Wamen yang membidangi masing-masing BUMN-nya. Rutin dipanggil permasalahan mereka apa, apa yang ditanggulangi, apa isu yang berkembang itu selesai di dalam," ucapnya.
Kurang Komunikasi antata Komut dan Dirut
Menurut Arya, pernyataan Ahok yang sekarang menjadi sorotan publik merupakan masalah kurangnya komunikasi antara komisaris dengan direksi Pertamina. Artinya, masalah ini adalah masalah internal.
BACA JUGA:
"Ngobrol-ngobrol di dalam lah. Ini kan kami melihatnya perlu komunikasi lebih lincah antara komisaris dengan direksi Pertamina. Jadi mungkin komunikasinya perlu sama-sama diintensifkan," jelasnya.
Sebelumnya, mantan Gubernur DKI Jakarta Bahsuki Tjahaja Purnama atau Ahok mengusulkan agar Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang dipimpin Erick Thohir untuk dibubarkan. Usulan ini bukan tanpa alasan. Menurut dia, banyak tata kelola perusahaan negara selama ini tidak efisien.
Ahok mengatakan, tata kelola yang buruk ini dirasakannya langsung setelah masuk dalam lingkaran BUMN, atau setelah ditunjuk menjadi Komisaris Utama PT Pertamina (Persero).
"Kementerian BUMN harus dibubarkan sebelum Pak Jokowi turun. Kita membangun semacam Temasek, semacam Indonesia Incorporation," katanya, dikutip dari video YouTube POIN, Rabu, 16 September.
Sebagai contoh di Pertamina, kata Ahok, jabatan direksi ataupun komisaris sangat kental dengan lobi-lobi politis dan bagi-bagi jabatan. Bahkan, menurut Ahok, pergantian direksi pun tidak dibicarakan dengan dirinya namun langsung kepada Menteri BUMN.
"Dia ganti direktur pun bisa tanpa kasih tahu saya. Saya sempat marah-marah juga, jadi direksi-direksi semua lobinya ke menteri karena yang menentukan menteri. Komisaris pun rata-rata titipan kementerian-kementerian," ucapnya.
Gaji Besar Direksi Pertamina
Ahok juga menyinggung soal gaji di Pertamina yang dinilai tidak masuk akal dalam pengelolaan perusahaan. Ahok mengatakan, dirinya juga sering mendapati pejabat Pertamina masih menerima fasilitas gaji besar meskipun jelas-jelas sudah dicopot dari jabatannya.
"Orang yang dicopot dari jabatan dirut anak perusahaan misalnya gajinya Rp100 juta lebih, masa di copot tapi gaji masi sama. Alasannya dia orang lama, harusnya kan gaji mengikuti jabatan, tapi mereka bikin gaji pokok gede-gede semua," ucapnya.
"Jadi bayangkan orang kerja sekian tahun gajinya pokonya 75 juta di copot enggak ada kerjaan pun dibayar segitu. Gila aja nih, saya rasa ini bisa dituntut. Nah itu yang ingin kita ubah sistem itu," lanjutnya.