Kemajuan Teknologi akan Menghilangkan 75 Juta Pekerjaan di 2022
Ilustrasi. (Angga Nugraha/VOI)

Bagikan:

JAKARTA - Seluruh negara di dunia, termasuk Indonesia sedang masuki era kemajuan teknlogi. Sebagian besar kegiatan dilakukan dalam dunia maya, pandemi COVID-19 juga mendorong masyarakat melakukan aktivitas secara digital. Namun, hal ini menjadi ancaman karena bisa menyebabkan hilangnya suatu pekerjaan di perusahaan.

Deputi Bidang SDM, Teknologi dan Informasi Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Alex Denni berujar, 10 tahun lalu dari 10 perusahaan terbesar dunia hanya dua yang berbasi teknologi. Namun, 10 tahun kemudian dari 10 perusahaan hanya dua yang tidak berbasis teknologi. Menurut dia, begitu cepatnya teknologi dalam mengubah dunia.

"Kita tahu Facebook perusahaan terbesar di dunia tetapi tidak punya konten. Airbnb perusahaan akomodasi terbesar tapi tidak punya kamar, Grab tidak punya motor tetapi menjadi perusahaan transportasi terbesar. Ini fenomena-fenomena yang sudah kita lihat," katanya, dalam diskusi virtual, Senin, 14 September.

Lebih lanjut, Alex mengatakan, kemajuan teknologi ini akan menyebabkan hilangnya 75 juta pekerjaan pada 2022. Khususnya, untuk pekerjaan yang mudah tergantikan dengan teknologi.

"Ada ancaman job-job yang akan hilang, 75 juta job yang sifatnya pekerjaan rutin, transaksional, administratif yang gampang sekali diganti teknologi akan hilang," tuturnya.

Pekerjaan yang hilang itu antara lain yakni, pegawai pos, data entry, akuntan, administrasi dan sekretaris, customer service (CS), pekerja pabrik dan perakitan, layanan bisnis dan manager administrasi, auditor, manajer operasi, hingga pengecek stok barang.

"Job yang akan hilang, kalau tahun lalu saya ada di Jasa Marga, itu misalnya kawan-kawan di gardu tol jadi CS, pengumpul tiket tol dan lain-lain, otomatis akan ada di titik yang mudah digantikan teknologi," ucapnya.

Namun, kata Alex, meski akan menghilangkan 75 juta pekerjaan, teknologi juga akan membuka lapangan pekerjaan yang jauh lebih besar dari jumlah pekerjaan yang telah hilang tersebut.

"Biasanya job yang akan lahir jauh lebih banyak dari yang hilang. 75 juta job akan hilang sementara 133 juta job akan datang," tuturnya.