Bagikan:

JAKARTA - Fraksi Partai NasDem DPR RI menyambut baik keputusan Presiden Joko Widodo yang menerbitkan Surat Presiden (Surpres) terkait revisi Rancangan Undang-Undang Pendidikan Kedokteran.

Namun Wakil Ketua Fraksi Partai NasDem, Willy Aditya, menyayangkan niat baik Presiden untuk memperbaiki sistem pendidikan kedokteran di Indonesia yang belum direspon baik oleh jajaran di Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud). Khususnya Dirjen Riset Dikti.

 

Respon kurang baik itu, menurut Willy, terlihat dari sikap Dirjen Riset Dikti Kemendikbud Nizam yang menilai pembahasan RUU Pendidikan Kedokteran belum perlu dilanjutkan.

Willy yang menjabat sebagai anggota Komisi XI DPR itu justru merasa aneh dengan sikap dari Kemendikbud khususnya Dirjen Riset Dikti yang menyatakan bahwa pembahasan revisi UU No. 20 Tahun 2013 belum perlu dilanjutkan.

"Kalau memang tidak perlu mengapa ada Surat Presiden (Surpres) yang diterbitkan?," ujar Willy kepada wartawan, Rabu, 23 Februari. 

Wakil Ketua Baleg DPR itu pun meminta pemerintah mengirimkan daftar inventarisasi masalah (DIM) RUU Pendidikan Kedokteran menyusul terbitnya surat presiden (Surpres) terkait revisi RUU itu.

"Kita tetap menunggu DIM dari Pemerintah terkait revisi RUU Pendidikan Kedokteran," tegas Willy. 

Dikatakan Willy, DIM sangat diperlukan karena RUU Dikdok secara resmi sudah disahkan sebagai RUU inisiatif DPR sejak September 2021 dan masuk dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) Tahun 2022. Sehingga, kata dia, mau tidak mau harus diselesaikan.

Ketua DPP Partai NasDem itu pun membeberkan beberapa masalah yang ada dalam pendidikan kedokteran yang ada. Misalnya, dokter masih sangat terbatas dan menumpuk di Jawa dan wilayah perkotaan.

 

"Penyebabnya adalah kehendak untuk mengembalikan biaya pendidikan yang begitu mahal," katanya.

 

Belum lagi adanya mekanisme UKMPPD (Uji Kompetensi Mahasiswa Program Profesi Dokter). Ujian kompetensi ini telah membuat seorang calon dokter menjadi masuk sulit, keluar pun sama sulitnya.

Masalah lain, tambah Willy, yaitu tingginya biaya pendidikan kedokteran saat ini menjadi semakin sulit untuk dijangkau oleh mereka yang terbatas secara ekonomi. Pendidikan kedokteran menjadi identik milik kalangan mampu dan berduit belaka.

"Untuk itu dunia kedokteran perlu reformasi. Di luar negeri orang berlomba-lomba membuka RS pendidikan, di kita 'limited' bahkan swasta sulit jadi RS pendidikan. Kami tidak ingin jadi negara yang terjebak pada komersialisasi," pungkas Willy.