JAKARTA – Tewasnya Wiyanto Halim, lansia (lanjut usia) yang meregang nyawa setelah dikeroyok di Kawasan Industri Pulogadung, Jakarta Timur, masih menjadi teka-teki bagi keluarga yang ditinggalkan. Sebab, keluarga merasa Wiyanto bukan orang seperti yang dituduhkan. Bryna, anak Wiyanto Halim, merasa ada yang janggal dengan kematian ayahnya itu.
Bryna menceritakan, pada 19 Januari (sebelum insiden pengeroyokan) dirinya mengetahui ayahnya menerima telepon. Saat itu, kata Bryna, ada saksimata yang melihat bahwa Wiyanto terlihat marah-marah di telepon.
"Intinya dia (saksi) mendengar, (papah saya) ngomong 'ngapain kamu buntuti saya terus' sambil nada marah. Berarti kan sudah sering, itu kan tanggal 19 Januari. Papah saya meninggal tanggal 22 Januari," kata Bryna kepada VOI, Selasa, 22 Februari.
Bryna pun berusaha mencocokan penuturan saksi dengan mengecek data dan durasi telepon masuk sang ayah dengan jam yang sama saat saksi itu mendengar.
"Papah saya nelpon ke siapa nih? Di tanggal 22 Januari, pada jam setengah enam sore terakhir, dia pergi mau ketemu sama orang. Orang itu juga saya minta jadi kan saksi. Papah saya harusnya on the way pulang. Karena selama ini dia tidak pernah pergi di atas jam sembilan malam. Nah ini dari jam setengah enam sampai jam satu tidak diketahui keberadaan papah saya," ungkap Bryna.
Sampai akhirnya pihak keluarga mendapat kabar Wiyanto Halim telah meninggal, Bryna menerima informasi kalau ayahnya terlibat konflik dengan pengendara motor, dipukuli lalu tewas. Sejumlah pemberitaan menyebut, di tengah jalan Wiyanto Halim yang saat itu mengendarai Toyota Rush warna abu-abu metalik dengan nomor polisi B 1859 SYL, menyenggol motor.
"Kita (keluarga dan pengacara) berpikirnya mungkin dikejar, papah saya menyenggol. (mobil) Papah saya engga bisa disetop, akhirnya banyak provokator sebut maling biar setopin papah saya. Jadi keanehannya itu aja. Saya minta polisi mengecek keberadaan papah saya dari jam setengah 6 sampai jam 1 itu kemana?," harap Bryna.
Bryna mengaku, dia dan keluarganya terus meminta kepada kepolisian perihal rekaman CCTV. Namun kata Bryna, pihak kepolisian mengaku mengalami kesulitan mencari CCTV dari korban terakhir berada, sampai di Cipinang, Jakarta Timur.
BACA JUGA:
"Karena CCTV untuk perumahan 1x24 jam dan kalau untuk di jalan 2x24 jam, itu kata Kasat Polres Jaktim kemarin. Kesulitan CCTV dia bilang," ucap Bryna.
Bryna berharap pihak Kepolisan menelusuri rekaman CCTV sejak awal orangtuanya pergi meninggalkan rumah hingga kejadian nahas itu terjadi.
"Saya inginnya tidak berhenti sampai disitu saja (penyidikan). Saya ingin diketahui CCTV Papah saya, yang penting itu," ucapnya.
Dari catatan berita VOI yang tayang pada 25 Januari 2022, Satuan Reserse Kriminal (Satreskrim) Polres Metro Jakarta Timur telah menetapkan lima orang tersangka kasus ini. Penetapan tersangka, diperkuat dengan pernyataan Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Pol Endra Zulpan.
"Kita akan terus mengembangkan lagi terkait pelaku yang lain. Karena berdasarkan rekaman CCTV yang dimiliki pada saat terjadi pengeroyokan kepada korban ini dimungkinkan dilakukan lebih dari lima orang," kata Kombes Zulpan kepada VOI di Mapolrestro Jakarta Timur, Selasa 25 Januari.
Seperti diketahui, korban Wiyanto Halim tewas dipukuli massa di Jalan Pulo Kambing Raya, Kawasan Industri Pulogadung, Minggu sekitar pukul 02.00 WIB. Wiyanto diteriaki maling dan dikejar-kejar massa hingga akhirnya dipukuli lalu tewas. Padahal menurut keterangan polisi, Wiyanto Halim bukan pencuri, lansia itu justru pemilik mobil yang sedang dikendarainya.
Hingga saat ini, kepolisian pun sudah menetapkan 9 orang tersangka yang terlibat atas kematian Wiyanto Halim. Para tersangka dijerat Pasal 160 dan 170 ayat 1 dan 2 Juncto Pasal 55 KUHP, soal penghasutan dan penganiayaan.