JAKARTA - Cakrayuri Nuralam, jurnalis Liputan6.com menjadi korban doxing atau penyebaran informasi data pribadi di media sosial. Penyebabnya diduga karena menulis artikel soal cek fakta politikus PDIP Arteria Dahlan.
Pimpinan Redaksi Liputan6.com Irna Gustiawati mengatakan, dalam dunia kerja jurnalis, ada aturan yang menjadi pedoman. Salah satunya Undang-Undang Pers nomor 40 tahun 1999, Kode Etik Jurnalistik, dan Pedoman Pemberitaan Media Siber.
Sehingga, dengan adanya aturan itu maka jika ada yang merasa keberatan atau dirugikan dalam suatu pemberitaan bisa menggunakan mekanisme yang ada. Bukan melakukan tindakan tersebut.
"Liputan6.com mengecam keras tindakan teror melalui doxing," ucap Irna dalam keterangannya, Sabtu, 12 Sebtember.
Aksi doxing terhadap jurnalis itu bermula ketika Nuralam mempublikasikan artikel penelusuran cek fakta soal politikus PDIP Arteria Dahlan merupakan cucu pendiri PKI di Sumatera Barat, Bachtaroeddin.
Sehari usai artikel itu dipublikasikan pada 10 September, Nuralam langsung mendapat serangan doxing dengan skala masif.
"Dalam kasus ini, pelaku bukan saja mendoxing wartawan kami, tapi juga keluarga, menunjuk alamat rumah, nomor telepon, dan link akun privat yang mengarah ke foto keluarga, termasuk foto sang bayi," kata dia.
Padahal, jurnalis bekerja bukan atas nama pribadinya. Melainkan atas nama institusi dan dalam sistem yang dilindungi serta sekaligus patuh pada ketentuan Undang Undang Pers. Sehingga, hal ini bakal ditempuh dengan proses hukum pidana.
"Karena itu kami akan menempuh jalur hukum untuk merespon tindakan ini. Karena doxing adalah bentuk tindakan kekerasan dan jelas sangat berbahaya," tandasnya.