Pemerintah Disarankan Buat Jabodetabek Jadi Provinsi Baru Bernama Daerah Istimewa Jakarta Raya Usai Ibu Kota Pindah
Direktur Eksekutif Komite Kajian Jakarta (KKJ) Syaifuddin (DOK VOI)

Bagikan:

JAKARTA - Direktur Eksekutif Komite Kajian Jakarta (KKJ) Syaifuddin menyarankan agar pemerintah mempertahankan status keistimewaan Jakarta dalam rencana pemindahan ibu kota negara (IKN) ke Kalimantan Timur.

Syaifuddin merekomendasikan wilayah di Jakarta diperluas dengan menggabungkan kawasan aglomerasi Jabodetabek sebagai satu provinsi bernama Daerah Istimewa Jakarta Raya.

”Mempertahankan keistimewaan Jakarta menjadi provinsi baru yang bernama Daerah Istimewa Jakarta Raya dan memperluas wilayah dengan menyatukan wilayah Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi," kata Syaifuddin dalam diskusi publik di Jakarta, Minggu, 20 Februari.

Syaifuddin menjelaskan alasan rekomendasi pembentukan provinsi Daerah Istimewa Jakarta Raya. Dalam dimensi historis, Jakarta memiliki nilai sejarah yang tinggi sebagai ibu kota negara.

Dalam dimensi ekonomi, Jakarta memiliki infrastruktur maju sekaligus sebagai pusat perdagangan dan bisnis, pendidikan serta kesehatan.

"Pada dimensi geografis, Jakarta sebagai kota metropolitan perlu adanya perluasan wilayah dengan menggabungkan wilayah penyangga Jakarta, mengingat daerah penyangga lebih dekat jaraknya dengan pusat pemerintahan Jakarta dibandingkan dengan ibu kota provinsinya," ucap dia.

Kemudian dalam dimensi budaya dan emosional, mayoritas penduduk daerah penyangga Jakarta juga beretnis Betawi. Lalu dalam dimensi regulasi dan kebijakan, pemerintah Jakarta perlu mengambil kebijakan cepat dan tepat untuk mengatasi problem yang ada di Jakarta.

"Pada dimensi pembangunan yang berkeadilan, mendorong pertumbuhan pembangunan ekonomi daerah penyangga lebih merata," tuturnya.

Sebagai informasi, rekomendasi ini merupakan respons atas permintaan pemerintah kepada masyarakat untuk memberikan masukan terkait konsep Jakarta kedepan setelah tidak lagi menjadi ibu kota negara.

Hal ini dilakukan berdasarkan hasil diskusi dan kajian yang melibatkan banyak pihak, seperti tokoh agama, tokoh masyarakat, tokoh pemuda, tokoh perempuan, akademisi dan aktivis di Jakarta.