JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengingatkan saksi yang dipanggil terkait dugaan suap pengurusan dana Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) Daerah kooperatif. Peringatan diberikan karena seorang saksi mangkir saat akan diperiksa pada Senin, 14 Februari kemarin.
Saksi yang tidak hadir tanpa keterangan tersebut adalah Muhammad Dani S. yang merupakan supir eks Dirjen Bina Keuangan Daerah Kemendagri, Mochammad Ardian Noervianto.
"Muhammad Dani S., supir Dirjen Bina Keuda Kemendagri tidak hadir dan tanpa konfirmasi," kata Plt Juru Bicara KPK Bidang Penindakan Ali Fikri kepada wartawan, Selasa, 15 Februari.
Ali tak memerinci apa yang akan didalami penyidik terhadap Dani. Namun, dia meminta para saksi yang dipanggil untuk kooperatif hadir.
Hal ini perlu untuk membuat terang dugaan suap yang menjerat Ardian bersama dua tersangka lainnya. "KPK mengingatkan yang bersangkutan untuk kooperatif hadir pada penjadwalan pemeriksaan berikutnya oleh tim penyidik," tegasnya.
Diberitakan sebelumnya, Ardian ditetapkan sebagai tersangka bersama dua orang lainnya. Mereka adalah Bupati Kolaka Timur nonaktif Andi Merya Nur yang juga sudah sebagai tersangka dugaan penerimaan suap dan Kepala Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Muna Laode M. Syukur Akbar.
Dia diduga menerima uang suap sebesar Rp1,5 miliar dan 131 ribu dolar Singapura untuk pengurusan pinjaman dana Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) yang diajukan oleh Bupati Kolaka Timur nonaktif Andi Merya Nur.
BACA JUGA:
Adapun pemberian uang yang dilakukan oleh Andi Merya Nur disampaikan melalui Laode M Syukur. Jumlah uang dikirim mencapai Rp2 miliar di mana Rp500 juta diterima oleh M Syukur.
Atas perbuatannya, Ardian sebagai tersangka penerima suap bersama Laode M Syukur disangka melanggar Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP.
Sementara Andi selaku pemberi disangka melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.