Masih Belum ada Bioskop yang Siap Dibuka di Jakarta
Ilustrasi (Irfan Meidianto/VOI)

Bagikan:

JAKARTA - Kepala Bidang Industri Pariwisata Dinas Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Disparekraf) DKI Jakarta Bambang Ismadi menyatakan, belum ada bioskop yang siap dibuka kembali.

Padahal, Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan dan Satgas Penanaganan COVID-19 telah memperbolehkan kegiatan pemutar film tersebut untuk kembali beroperasi di masa PSBB transisi.

Namun, pengusaha bioskop tak bisa ujug-ujug membuka usahanya. Mereka harus mengajukan penyusunan protokol kesehatan yang akan diterapkan ketika bioskop beroperasi. Sejauh ini, baru ada tiga manajemen yang sudah megajukan proposal tersebut.

"Baru tiga 3 manajemen yang mengajukan, yaitu XXI, CGV dan Cinepolis. Proposal penerapan protokol kesehatan diajukan tanggal 3 September," kata Bambang saat dihubungi, Rabu, 9 September.

Sementara, baru ada satu manajemen, yakni XXI, yang telah melakukan presentasi atau paparan mengenai penerapan protokol pencegahan COVID-19 bagi pegawai maupun pengunjung bioskop. Namun, paparan mereka masih perlu diperbaiki.

"Saat ini XXI diminta untuk revisi protokol kesehatannya. Tapi, mereka belum menyampaikan revisi tersebut hingga hari ini," tutur Bambang.

Rencananya, setelah manajemen bioskop menyerahkan revisi proposal, mereka akan diminta untuk membuat simulasi kegiatan pemutaran film selama tiga hari, sebelum resmi membuka kembali bisokop.

"Simulasi atau sosialisasi kepada masyarakat selama minimal 3 hari, agar masyarakat juga ikut memberi penilaian dan masukan tentang protokol kesehatan yang ditetapkan," ungkap Bambang.

Diberitakan sebelumnya, Anies memastikan dalam waktu dekat bioskop di Jakarta akan kembali dibuka. Ada sejumlah alasan Anies mengizinkan pembukaan bioskop, di saat perkembangan kasus COVID-19 di Jakarta kian bertambah banyak. 

Anies menyebut, bioskop punya keunikan tersendiri. Pertama, para penonton biasanya tidak saling bicara ketika menonton film di dalam ruang teater. Hal ini berbeda ketika berda di kafe dan restoran, di mana pengunjungnya mengobrol satu sama lain.

"Kalau di bioskop, justru semua diam. Kalau pun ada percakapan, maka percakapan itu antara orang yang kenal. Jarang ada percakapan dengan antara orang yang tidak kenal," ungkap Anies.

Kemudian, ketika penonton mengobrol dengan orang yang dikenal, arah posisi mengobrol dilakukan satu arah. Semuanya berhadapan di arah yang sama, yakni menatap ke layar pemutar film.

"Semuanya berbicara pada arah yang sama, bukan interaksi yang berhadap hadapan. Ini nature kegiatan yang agak unik," kata Anies.

Selain itu soal pengaturan tempat. Dalam kegiatan menonton film di bioskop, pengelola bisa mengatur di mana penonton akan duduk. Berbeda dengan pertunjukan terbuka, di mana ada potensi kerumunan karena tidak ada pengaturan tempat duduk.