JAKARTA - Kepala Staf TNI Angkatan Darat (Kasad) Jenderal TNI Dudung Abdurachman berjanji mengawal upaya pengembalian dana Tabungan Wajib Perumahan (TWP) TNI AD yang dikorupsi oleh direktur keuangan pengelola dana, seorang jenderal bintang satu berinisial YAK.
Dudung mengatakan berencana menggelar audit forensik untuk menelusuri aliran dana yang dikorupsi itu.
“Saya nanti akan minta kepada Kepala BKPK (Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan, red), dan saya sudah komunikasi. Saya akan audit, kalau perlu audit forensik, di mana aliran-aliran dana itu, 3 sampai 5 tahun ke belakang,” kata Dudung menjawab pertanyaan wartawan soal kelanjutan kasus TWP dikutip Antara, Senin, 7 Februari.
Dia menegaskan pihaknya mengupayakan uang yang dikorupsi itu dapat kembali.
“Kami tuntut sampai kembali, sampai uang itu kembali, karena uang-uang prajurit. Saya tidak mau menyengsarakan prajurit,” tegas Kepala Staf TNI AD.
Kasus korupsi dana TWP TNI Angkatan Darat yang menjerat direktur keuangan TWP TNI AD Brigjen YAK dan seorang direktur perusahaan swasta berinisial NPP telah dilimpahkan ke pengadilan oleh kejaksaan pada Sabtu, 5 Februari.
Kasus itu akan diperiksa dan diadili oleh Pengadilan Militer Tinggi II Jakarta sebagaimana diatur dalam keputusan Mahkamah Agung RI Nomor 45/KMA/SK/II/2022 pada 3 Februari 2022.
YAK dan NPP per 4 Februari 2022 telah menyandang status terdakwa sebagaimana ditetapkan oleh Ketua Majelis Hakim Militer Pengadilan Militer Tinggi II Jakarta dalam surat Nomor: TAPHAN/01/K-AD/PMT-II/I/2022.
“Terdakwa Brigadir Jenderal TNI YAK ditahan di Instalasi Tahanan Militer Puspomad (Pusat Polisi Militer TNI AD), sedangkan terdakwa NPP ditahan di Rumah Tahanan Negara (Rutan) Salemba Cabang Kejaksaan Agung," kata Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung Leonard Eben Ezer Simanjuntak Sabtu, 5 Februari.
TWP merupakan dana yang diperoleh dari potongan rutin Rp150.000 tiap bulan dari gaji prajurit. Uang itu diperuntukkan untuk membangun rumah bagi prajurit.
BACA JUGA:
Kasus korupsi itu bermula dari penempatan dana TWP yang tidak sesuai ketentuan investasi sehingga itu diyakini hanya memperkaya diri para terdakwa.
Akibat penyalahgunaan dana itu, kerugian negara yang muncul diyakini mencapai Rp133,76 miliar sebagaimana Laporan Hasil Perhitungan Kerugian Keuangan Negara BPKP RI pada 28 Desember 2021.