JAKARTA - Pendirian Museum Holocaust yang baru diresmikan di Minahasa Sulawesi Utara menuai polemik. Pasalnya, Indonesia tidak mengakui negara Israel.
Museum ini lantas menjadi sorotan organisasi masyarakat dan DPR. Anggota DPR Fraksi PAN Guspardi Gaus, menilai pendirian museum Holocaust di Tondano melukai hati dan perasaan rakyat Palestina.
"Karena bangsa Indonesia sudah sejak dulu sampai sekarang mendukung kemerdekaan dan perjuangan rakyat Palestina dari penindasan yang dilakukan Israel," ujar Guspardi, Jumat, 4 Februari.
"Indonesia juga punya utang sejarah kepada rakyat Palestina, karena Palestina negara yang pertama mengakui kemerdekaan Indonesia,” sambungnya.
Anggota Komisi II DPR itu menegaskan, Indonesia tidak pernah mempunyai hubungan diplomatik dengan Israel sejak Tanah Air berdiri.
Sebab, kebijakan yang diambil oleh Israel tidak sesuai dengan pembukaan UUD 1945 yakni 'kemerdekaan ialah hak segala bangsa dan oleh sebab itu, maka penjajahan di atas dunia harus dihapuskan, karena tidak sesuai dengan perikemanusiaan dan prikeadilan'.
Terlebih, kata Guspardi, konflik berkepanjangan antara Palestina dengan Israel tak kunjung terselesaikan bahkan sampai hari ini. Ini menurutnya, karena ulah kesewenangan dan kekejaman serta kezaliman yang dilakukan oleh Israel itu sendiri.
"PBB bahkan melabeli Israel sebagai negara Zionis dan menjadi salah satu negara pembunuh anak terbesar di dunia,†tegas Guspardi.
BACA JUGA:
Politikus PAN itu mengingatkan, gerakan Zionisme yang telah berhasil mendirikan negara Israel dengan melakukan perampasan, penjarahan dan penjajahan kepada rakyat Palestina, sama jahatnya dengan Holocaust Nazi.
"Museum Holocaust itu sendiri kalau diperlukan justru untuk Israel sendiri. Sebagai pihak yang mengaku menjadi korban kekejaman tentara Nazi, semestinya bisa menyadarkan Isreal untuk tidak mengulangi kesalahan yang serupa kepada rakyat Palestina,†paparnya.
Karena itu, Guspardi menegaskan, tidak ada urgensi dari pembangunan museum Holocaust di Tondano, Minahasa, Sulawesi Utara. Yang ada, kata dia, keberadaan museum tersebut justru diduga sebagai bentuk provokatif, tendensius dan berpotensi menimbulkan kegaduhan di tengah masyarakat.
"Juga kontrapoduktif dengan sikap Pemerintah Indonesia yang mendukung dan membela rakyat Palestina dari berbagai kekejaman yang dilakukan Zionis Israel," tegasnya.
"Alangkah baiknya jika yang di bangun itu museum yang menggambarkan tindak kekerasan, dan kebiadaban Zionis Israel kepada bangsa dan rakyat Palestina,” ujar Guspardi.