Bagikan:

JAKARTA - Jarum suntik bekas, alat uji bekas dan botol vaksin bekas dari pandemi COVID-19 telah menumpuk untuk menghasilkan puluhan ribu ton limbah medis, mengancam kesehatan manusia dan lingkungan, menurut laporan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), Selasa.

Bahan tersebut berpotensi membuat petugas kesehatan mengalami luka bakar, luka tertusuk jarum suntik hingga kuman penyebab penyakit, kata laporan itu.

"Kami menemukan, COVID-19 telah meningkatkan beban limbah perawatan kesehatan di fasilitas hingga 10 kali lipat," Maggie Montgomery, petugas teknis WHO, mengatakan kepada wartawan yang berbasis di Jenewa, mengutip Reuters 2 Februari.

Dia mengatakan risiko terbesar bagi masyarakat yang terkena dampak adalah polusi udara yang disebabkan oleh pembakaran sampah pada suhu yang tidak cukup tinggi yang menyebabkan pelepasan karsinogen.

Laporan tersebut menyerukan reformasi dan investasi, termasuk melalui pengurangan penggunaan kemasan yang menyebabkan serbuan plastik, hingga penggunaan alat pelindung yang terbuat dari bahan yang dapat digunakan kembali dan dapat didaur ulang.

Laporan WHO memperkirakan sekitar 87.000 ton alat pelindung diri (APD) atau setara dengan berat beberapa ratus paus biru, telah dipesan melalui portal PBB hingga November 2021, sebagian besar diperkirakan berakhir sebagai limbah.

Laporan itu juga menyebutkan, sekitar 140 juta alat uji dengan potensi menghasilkan 2.600 ton limbah, sebagian besar sampah plastik dan limbah kimia yang cukup untuk mengisi sepertiga kolam renang Olimpiade.

Selain itu, diperkirakan bahwa sekitar 8 miliar dosis vaksin yang diberikan secara global telah menghasilkan tambahan 144.000 ton limbah dalam bentuk botol kaca, jarum suntik, jarum dan kotak pengaman.

Montgomery mengatakan, kesalahan persepsi tentang tingkat infeksi COVID-19 dari permukaan harus disalahkan atas apa yang disebutnya "penggunaan berlebihan" alat pelindung, terutama sarung tangan.

"Kita semua pernah melihat foto pakaian bulan, kita semua pernah melihat foto orang yang divaksinasi dengan sarung tangan. Tentu saja secara keseluruhan, orang-orang memakai APD yang berlebihan," tandasnya.

Laporan WHO tidak menyebutkan contoh spesifik di mana penumpukan paling mengerikan terjadi, tetapi merujuk pada tantangan seperti pengolahan dan pembuangan limbah yang terbatas di pedesaan India, hingga sejumlah besar lumpur tinja dari fasilitas karantina di Madagaskar.

Bahkan sebelum pandemi, menurut WHO, sekitar sepertiga fasilitas kesehatan tidak dilengkapi untuk menangani beban limbah yang ada. Itu setinggi 60 persen di negara-negara miskin, sebut laporan itu.