Stafsus Presiden: Peraturan Turunan Inpres Protokol COVID-19 Tetap Perhatikan Prinsip HAM
Presiden Joko Widodo (Foto: Sekretariat Kabinet RI)

Bagikan:

JAKARTA - Staf Khusus Presiden Bidang Sosial Angkie Yudhistia mengatakan penerbitan Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 6 Tahun 2020 tentang Peningkatan Disiplin dan Penegakan Hukum Protokol Kesehatan dalam Pencegahan dan Pengendalian COVID-19 adalah upaya Presiden Joko Widodo (Jokowi) agar masyarakat meningkatkan disiplin penerapan protokol kesehatan.

Dia mengatakan, instruksi yang ditujukan kepada sejumlah menteri, kepala lembaga negara, Panglima TNI, Kapolri, hingga kepala daerah yaitu gubernur, bupati, dan wali kota berisi agar mereka bersama-sama melakukan pengawasan pelaksanaan protokol kesehatan di tengah masyarakat dalam masa pandemi COVID-19.

Inpres tersebut, sambung Angkie juga meminta kepala daerah menyusun Peraturan Gubernur, Bupati, Wali Kota untuk penegakan disiplin namun tetap memperhatikan prinsip hak asasi manusia.

"Presiden menginstruksikan kepala daerah menyusun petunjuk pelaksanaan dalam bentuk Peraturan Gubernur/Bupati/Wali Kota dengan tetap memperhatikan prinsip-prinsip hak asasi manusia dan memperhatikan betul bahwa pengawasan dilakukan dalam koridor penegakan disiplin, penegakan hukum, dan ketertiban masyarakat," kata Angkie dalam keterangan tertulisnya, Jumat, 4 September.

Selain menerbitkan Inpres, Presiden Jokowi juga terus mengampanyekan penerapan protokol kesehatan terhadap seluruh elemen masyarakat. Kampanye ini, kata dia, dilakukan dengan berbagai cara seperti menggunakan masker, menjaga jarak, dan rajin mencuci tangan di setiap aktifitas dalam situasi adaptasi kebiasaan baru.

Presiden Jokowi menerbitkan Inpres 6/2020 tentang Peningkatan Disiplin dan Penegakan Hukum Protokol Kesehatan dalam Pencegahan dan Pengendalian COVID-19 pada 4 Agustus. Inpres tersebut mengatur soal sanksi sosial dan denda bagi pelanggar protokol kesehatan.

Terkait aturan ini, Menteri Koordinator bidang Politik Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD mengatakan masyarakat yang abai dan bersikeras tak menjalankan protokol kesehatan untuk mencegah penyebaran COVID-19 bisa dikenakan sanksi pidana.

Meski tak ada undang-undang yang mengatur pelanggar protokol kesehatan bisa dihukum pidana, Mahfud mengatakan, masyarakat bisa dijerat dengan menggunakan pasal pidana jika melawan petugas.

"Pemerintah sudah memerintahkan polisi dan pengadilan untuk menegakan hukum jika ada masyarakat yang melawan petugas," kata Mahfud dalam rapat koordinasi bersama gubernur dan bupati/wali kota, Kamis, 27 Agustus.

Lagipula, pemberian sanksi ini sudah sesuai Inpres 6 Tahun 2020 dan permintaan Presiden Joko Widodo (Jokowi) yang secara tegas meminta aparat Polri dan TNI membantu pemerintah menegakkan protokol kesehatan jika memang diperlukan. "Pasal yang dipakai apa, gampang. Kalau ada orang memaksa suka ngambil mayat secara paksa, sudah dibilang jangan berkerumun masih berkerumun juga tidak mau menerima langkah aparat keamanan membubarkan kerumunan di situlah pasal hukum pidana bisa dipakai," ungkapnya.

"Kan melawan tugas. Pasal 214, pasal 216, pasal 218 Kitab Undang-undang Hukum Pidana bisa dipakai. Karena di situ barang siapa yang melawan pejabat yang melaksanakan tugasnya berdasarkan Undang-undang diancam pidana," imbuhnya.

Namun, eks Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) itu mengingatkan agar penegakan protokol kesehatan di tengah masyarakat harus dilakukan secara persuasif terlebih dahulu. Warga baru bisa dihukum pidana jika mereka membandel kepada petugas.

"Intinya saya sebutkan tadi protokol kesehatan perlu ditegakkan melalui dua hal, satu yaitu disiplin. disiplin ini dibagi dua hal, apa itu. Pertama disiplin dalam strategi darat, persuasif," katanya.