Epidemiolog soal COVID-19: Pemerintah Ngomong RS Terus, Padahal Puskesmas Garda Terdepan
Ilustrasi/Pixabay

Bagikan:

JAKARTA - Ahli epidemiologi dari Universitas Indonesia, Pandu Riono mengatakan pemerintah tak seharusnya hanya memperhatikan penanganan COVID-19 di rumah sakit rujukan yang merawat pasien terinfeksi virus corona.

Pemerintah menurutnya juga memperhatikan peningkatan penanganan COVID-19 di pusat kesehatan masyarakat (puskesmas). Sebab, pelacakan awal kasus COVID-19 dilakukan di puskesmas. 

"Selama pandemi, kita ngomongnya rumah sakit terus. Padahal, layanan primer di puskesmas adalah garda terdepan dalam penanggulangan layanan kesehatan," kata Pandu dalam diskusi virtual di YouTube Katadata, Kamis, 3 September.

"Mereka (puskesmas) yang melakukan tracing (penelusuran kasus), promosi kesehatan, dan paling dekat dengan masyarakat. Tapi, kita melupakan itu," lanjut dia.

Karena itu, selain menambah kapasitas tempat tidur perawatan isolasi dan ruang ICU di rumah sakit rujukan COVID-19, pemerintah diminta meningkatkan kapasitas dan kualitas pelacakan kasus di puskesmas.

"Puskesmas itu yang bisa mengidentifikasi orang-orang yang berisiko. Puskesmas menjadi Garda terdepan yang perlu diperkuat. Jangan hanya rumah sakit. Puskesmas harus ditingkatkan untuk penanganan testing, pelacakan kasus dan mengisolasi," ucap Pandu.

Kondisi Indonesia menurut Pandu belum membaik setelah enam bulan diserang wabah COVID-19. Sebab, berdasarkan data yang dimiliki Satgas Penanganan COVID-19, Indonesia baru mampu melakukan pemeriksaan uji spesimen sebanyak 125.434 orang per minggu.

Sedangkan, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menargetkan Indonesia melakukan pemeriksaan 267.700 orang per minggu Dengan hitungan, standar pemeriksaan 1 orang per 1000 penduduk per minggu.

Dalam enam bulan mendatang, pemerintah diharapkan memperkuat pelayanan kesehatan, surveilans atau analisis data COVID-19, disertai penerapan protokol kesehatan yang disiplon oleh masyarakat.

"Dengan kombinasi itu kita bisa menekan penularan. Jangan putus asa karena Indonesia dikatakan negara tidak aman. Memang betul tidak aman, tapi 6 bulan mendatang kita bisa mengubahnya dengan tekad kita bersama, dengan memperbaiki kesalahan kita yang tidak memperkuat surveilans dan melupakan layanan primer," jelas Pandu.