Erick Thohir Pastikan Tak Akan Ada Perlakuan Khusus Bagi Penerima Vaksin Berbayar
Ketua Pelaksana Harian Komite Penanganan COVID-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) dan Menteri BUMN Erick Thohir. (Foto: Kementerian BUMN)

Bagikan:

JAKARTA - Ketua Pelaksana Harian Komite Penanganan COVID-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) Erick Thohir meminta semua pihak tak salah paham dengan teknis penyaluran vaksin COVID-19 secara berbayar. Dia menegaskan, vaksin COVID-19 berbayar bagi masyarakat yang mampu bukan menjadi ajang bagi pemerintah untuk mencari uang.

Dia mengatakan, vaksin berbayar ini nantinya akan menyasar masyarakat atau pengusaha besar untuk melindungi karyawan mereka. 

"Jadi bukan juga diperjualbelikan seakan-akan pemerintah mencari uang gitu. Nah, tetapi pemerintah punya gratis tapi yang mandiri ya harus bisa. Toh selama ini dapat duitnya juga dari Indonesia kalau pengusaha juga," kata Erick dalam konferensi pers yang dilaksanakan secara daring, Kamis, 3 September.

Menteri BUMN ini juga membantah adanya anggapan nantinya yang membayar untuk mendapat vaksin COVID-19 akan mendapatkan pelayanan lebih prima dan akan didahulukan. 

"Bukan nanti yang bayar didahulukan dengan yang gratis, nggak. Nah, ini yang jangan juga diputar balikkan," tegasnya.

Untuk mencegah anggapan semacam ini, Erick kemudian menyebut pihaknya mendapatkan usulan membuat tim penilai vaksin. Tim tersebut akan bertugas menentukan penggunaan vaksin dan rencananya akan segera dikoordinasikan dengan sejumlah pihak seperti Menteri Kesehatan, Menristek/Kepala Badan Riset Nasional, hingga Satgas Penanganan COVID-19.

"Jangan sampai nanti suudzon, vaksin ini jadi perdagangan yang menguntungkan sebagian orang. Enggak," ungkapnya.

Erick juga menyebut, tim ini nantinya juga akan melakukan penilaian terhadap pihak-pihak mana saja yang berhak masuk ke dalam prioritas penerima vaksin. Karena hingga saat ini, Indonesia baru mendapatkan jumlah vaksin sebanyak 70 persen dari jumlah penduduknya yang berkisar 273 juta.

"Ini memang tadi yang saya sampaikan, Inggris saja, dalam pengadaan vaksin itu 4 kali lipat dari jumlah penduduknya. Kita ini, pada saat sekarang dengan jumlah penduduk 273 juta kita baru memfokuskan untuk mendapatkan 70 persen jumlah vaksin yang dibutuhkan. Ini dikurang yang usianya 18 tahun yang memang tadi secara vaksinnya belum diujicobakan tetapi juga daya tahan tubuhnya sangat bagus," ujarnya.

"Bukan berarti nanti generasi muda dikorbankan, nanti ada lagi yang melintir nih, generasi muda dikorbankan gara-gara ini. Karena itu tim penilai mengenai vaksin sangat bagus. Nanti kita coba diskusikan di komite," pungkasnya.