Normalisasi UEA-Israel Tinggalkan Polemik soal Perbedaan Terjemahan dalam Kesepakatan Aneksasi Tepi Barat
Ilustrasi foto (Sumber: Antara)

Bagikan:

JAKARTA - Palestina menyatakan adanya perbedaan antara pernyataan resmi versi bahasa Inggris dan Arab setelah penerbangan bersejarah dari Israel ke Uni Emirat Arab (UEA). Perbedaan tersebut menunjukkan bahwa UEA melebih-lebihkan kabar Israel membatalkan rencana pencaplokan Tepi Barat.

Melansir Reuters, Kamis, 3 September, versi bahasa Inggris dari komunike bersama oleh UEA, Israel dan Amerika Serikat (AS) mengatakan kesepakatan aneksasi Tepi Barat "menyebabkan penangguhan rencana Israel untuk memperpanjang kedaulatannya." Namun, dalam versi bahasa Arab, yang disampaikan kantor berita negara UEA WAM, mengatakan "perjanjian Israel-UEA menyebabkan rencana Israel untuk aneksasi tanah Palestina dihentikan."

Penangguhan dan penghentian. Dua hal yang jelas amat berbeda. Perbedaan tersebut disoroti oleh warga Palestina setelah menantu Presiden Donald Trump Jared Kushner terbang bersama delegasi AS dan Israel menuju UEA. Penerbangan bersejarah dari Tel Aviv ke Abu Dhabi tersebut dilakukan memperkuat kesepakatan normalisasi.

"Anda bandingkan dua versi pernyataan tersebut ... (Itu adalah) penangguhan perpanjangan kedaulatan, bukan penghentian aneksasi tanah Palestina," kata Saeb Erekat, sekretaris jenderal Organisasi Pembebasan Palestina.

UEA menggambarkan kesepakatannya dengan Israel, yang diumumkan oleh Trump pada 13 Agustus, sebagai sarana untuk menghentikan aneksasi Israel atas tanah Tepi Barat. Tepi Barat diharapkan akan menjadi negara bagi Palestina di masa depan. 

Jamal Al-Musharakh, kepala perencanaan kebijakan dan kerja sama internasional di Kementerian Luar Negeri UEA, mengatakan perbedaan kata-kata itu hanyalah masalah terjemahan. "Jika ada yang bisa memikirkan sinonim yang lebih baik daripada 'eeqaf' (berhenti) untuk 'menangguhkan,' tolong beri tahu saya," katanya kepada wartawan.

“Salah satu prasyarat dimulainya hubungan bilateral adalah penghentian aneksasi,” kata Musharakh.

Tapi, Hanan Ashrawi, seorang pejabat senior PLO, mengatakan itu adalah upaya "lidah bercabang" untuk mempengaruhi opini publik di dunia Arab.

Tak ada perubahan

Dalam kampanye baru-baru ini, Perdana Menteri (PM) Israel Benjamin Netanyahu berjanji untuk terus menerapkan kedaulatan Israel ke wilayah Tepi Barat. Namun Netanyahu mengatakan ia membutuhkan lampu hijau dari AS.

Berbicara dalam bahasa Ibrani terkait Tepi Barat, Netanyahu mengatakan: Tidak ada perubahan dalam rencana saya untuk menerapkan kedaulatan di Yudea dan Samaria, dalam koordinasi penuh dengan AS. Saya berkomitmen, itu tidak akan berubah.

Menjaga harapan aneksasi tetap hidup secara luas dilihat sebagai upaya Netanyahu untuk menenangkan basis pemilih sayap kanannya. Para pemimpin pemukim menuduhnya berulang kali rencana aneksasinya mengambang.

Seorang juru bicara Kementerian Luar Negeri Israel mengatakan tak ada yang ditambahkan ke pernyataan asli pada 13 Agustus itu. Ia mengatakan: Sebagai hasil dari terobosan diplomatik ini (UEA-Israel) Israel akan menangguhkan deklarasi kedaulatan atas wilayah-wilayah yang digariskan dalam Visi Presiden untuk Perdamaian.

Gedung Putih menolak mengomentari komunike perjalanan UEA. Tetapi sumber AS yang mengetahui masalah tersebut mengatakan Gedung Putih tidak bertanggung jawab atas terjemahan bahasa Arab. Selama perjalanannya di UEA pekan ini Kushner juga menggunakan kata 'menangguhkan.'

"Israel telah setuju untuk menangguhkan aneksasi tersebut, untuk menangguhkan penerapan hukum Israel di daerah tersebut untuk sementara waktu," kata Kushner. “Tapi di masa depan ini adalah diskusi yang saya yakin akan dilakukan. Tapi tidak dalam waktu dekat."