Kantornya Digeledah Akibat Kasus Mafia Tanah, Kepala Dinas Pertamanan DKI Suzi: Saya <i>No Comment</i>
Dokumentasi - Kepala Dinas Pertamanan dan Hutan Kota (Distamhut) DKI Jakarta Suzi Marsitawati (Foto: Diah/VOI)

Bagikan:

JAKARTA - Kepala Dinas Pertamanan dan Hutan Kota (Distamhut) DKI Jakarta Suzi Marsitawati, tak mau komentar saat ditanya soal dugaan kasus mafia tanah. Dalam hal ini, kantor Distamhut DKI sempat digeledah oleh Kejaksaan Tinggi DKI.

Saat ditemui awak media di Balai Kota DKI Jakarta, Jalan Medan Merdeka Selatan, Jakarta Pusat, anak buah Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan ini menghindar dan tak ingin berkomentar.

"Saya no comment," kata Suzi singkat sebelum meninggalkan lokasi, Rabu, 26 Januari.

Sebagai informasi, Kejati DKI menggeledah kantor Dinas Pertamanan dan Hutan Kota DKI Jakarta. Penggeledahan itu berkaitan dengan kasus dugaan korupsi pembebasan lahan di kawasan Cakung, Jakarta Timur pada 2018.

"Penyidik Bidang Tindak Pidana Khusus Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta telah melakukan tindakan penggeledahan di kantor Dinas Pertamanan dan Hutan Kota Provinsi DKI Jakarta pada Kamis, 20 Januari, untuk mencari dan mengumpulkan bukti serta melakukan penyitaan," ujar Kasipenkum Kejati DKI Jakarta Ashari Syam.

Berdasarkan hasil penyidikan, ditemukan fakta Dinas Kehutanan DKI Jakarta memiliki dana sekitar Rp326 triliun yang bersumber dari APBD untuk belanja modal tanah pada periode 2018.

Uang itu dimanfaatkan untuk pembebasan tanah taman hutan, makam dan Ruang Publik Terpadu Ramah Anak (RPTRA) di wilayah Jakarta Timur.

"Bahwa sesuai dengan fakta penyidikan, pada tahun 2018 Dinas Kehutanan Provinsi DKI Jakarta memiliki anggaran untuk Belanja Modal Tanah sebesar Rp326.972.478.000," kata Ashari.

Tetapi dalam pelaksanaannya Dinas Kehutanan DKI Jakarta diduga kesalahan dalam proses pembebasan lahan. Di mana, ketika menentukan harga beli tidak berdasar dengan harga aset identik. Hal ini tidak sesuai metode perbandingan data pasar berdasarkan Standar Penilai Indonesia 106 (SPI 106).

"Diduga ada kemahalan harga yang dibayarkan sehingga merugikan Negara cq Pemerintah Provinsi DKI Jakarta kurang lebih sebesar Rp26.719.343.153," tutur Ashari.