Kasus Investasi Bodong Alkes COVID-19 Rp30 Miliar, Warga Surabaya Jadi Tersangka 
Kabid Humas Polda Jatim Kombes Gatot Repli Handoko/DOK ANTARA

Bagikan:

SURABAYA - Kepolisian Daerah (Polda) Jawa Timur mengungkap kasus dugaan investasi bodong alat-alat kesehatan (alkes) di Surabaya. Polisi menetapkan satu orang tersangka berinisial TNA, warga Surabaya. 

"Kerugian atas kasus ini diperkirakan mencapai Rp30 miliar lebih," kata Kabid Humas Polda Jatim Kombes Gatot Repli Handoko di Surabaya, Rabu, 26 Januari.

Gatot menegaskan dalam perkara ini tersangka berperan sebagai otak pelaku. Tersangka disebut juga merekrut beberapa orang untuk turut menjadi anak buahnya. 

"Tersangka ini kemudian mengajak beberapa orang untuk ikut dalam investasi alkes fiktif ini," katanya. 

Sementara itu, Kasubdit Jatanras Ditreskrimum Polda Jatim AKBP Lintar Mahargono mengatakan, modus yang digunakan tersangka adalah, menawarkan keuntungan sebesar Rp40 persen terhitung 12 sampai 17 hari setelah pemodal mentransfer sejumlah uang padanya. 

"Tersangka menjanjikan keuntungan sebesar 40 persen dari modal yang telah ditransfer," ujarnya. 

Untuk meyakinkan para korbannya, tersangka juga merekrut beberapa agen yang bertugas mencari mangsa. Selain itu, ia juga membekali para agen itu dengan surat perintah kerja (SPK proyek) yang didapatnya dari sejumlah rumah sakit. 

"Dia mengambil contoh-contoh paket alkes di Google, kemudian dia juga mencetak SPK fiktif yang diklaim dari sejumlah rumah sakit di luar jawa, untuk meyakinkan korbannya," katanya. 

AKBP Lintar menyebut, dari 6 laporan polisi yang diterimanya, total kerugian yang diderita korbannya sebanyak Rp30 miliar. Angka kerugian dan jumlah korban, disebutnya mungkin bisa bertambah mengingat tersangka sudah melancarkan aksinya sejak 2020 lalu. 

AKBP Lintar juga membenarkan, tersangka memanfaatkan kondisi COVID-19 ini untuk menarik korbannya. 

"Sebagian besar alkes yang ditawarkan adalah untuk keperluan COVID-19. Jadi ia meyakinkan korbannya jika Alkes itu pasti laku dipasaran," ujarnya. 

Atas kasus ini, tersangka dijerat dengan pasal 378 KUHP tentang penipuan dan pasal 3, 4, 5, 6 jo pasal 10 Undang-Undang no 8 tahun 2010 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU).