Bagikan:

JAKARTA - Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) meminta temuan kerangkeng manusia di rumah Bupati Langkat nonaktif Terbit Rencana Perangin Angin diusut secara tuntas.

"Kemendagri mendukung proses pengusutan yang sedang dilakukan saat ini dan menyerahkan sepenuhnya proses hukum lebih lanjut kepada aparat penegak hukum," kata Kepala Pusat Penerangan Kemendagri Benny Irwan kepada wartawan, Selasa, 25 Januari.

Dia meyakini Polri akan bersikap profesional dan menuntaskan dugaan perbudakan modern ini. Apalagi, saat ini aparat kepolisian sudah diturunkan untuk melakukan pengusutan lebih lanjut.

"Saat ini aparat penegak hukum sudah terjun langsung menindaklanjuti permasalahan dugaan adanya kerangkeng manusia di kawasan kediaman Bupati Langkat non aktif," tegasnya.

Sementara itu, Staf Khusus Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian, Kastorius Sinaga mengatakan temuan kerangkeng manusia di rumah Terbit menjadi persoalan serius. Sehingga, pengusutan terhadap temuan itu harus sesuai aturan hukum yang berlaku.

Sementara dari pihaknya sendiri, sambung dia, pembinaan akan dilakukan terhadap para kepala daerah. Tujuannya, agar praktik semacam ini tidak lagi terjadi.

"Temuan tentang kerangkeng di rumah pribadi Bupati Langkat merupakan persoalan serius, memprihatinkan, dan sangat tepat ditindak lanjuti aparat penegak hukum sesuai aturan yang berlaku," ungkap Kastorius.

"Kemendagri akan terus memperkuat pembinaan dan pengawasan kepada daerah secara berjenjang dimana gubernur selaku GWPP melakukan binwas ke semua bupati dan wali kota di daerahnya. Agar praktik tata kelola pemda serta utamanya kualitas kepemipinan KDH di daerah semakin mumpuni sesuai dengan semangat otonomi daerah dalam UU 23 Tahun 2014," imbuhnya.

Diberitakan sebelumnya, Migran Care menyebut dugaan adanya kerangkeng manusia di rumah Terbit Rencana adalah laporan dari masyarakat. Dia menyebut ada dugaan praktik perbudakan modern yang terungkap saat operasi tangkap tangan (OTT) KPK berhasil menjerat Terbit.

"Ada pekerja sawit di ladangnya (Terbit Rencana Perangin Angin, red), kita menemukan ada tujuh perlakuan kejam dan tidak manusiawi yang kita duga sebagai perbudakan modern dan perdagangan manusia," ungkap Anis.

Tujuh perlakuan kejam itu di antaranya adalah Terbit membangun penjara atau kerangkeng manusia di rumahnya untuk menampung pekerja sawit, para pekerja tidak boleh kemana-mana, dipukuli, diberi makan tidak layak dua kali sehari, hingga tidak digaji.

"Kemudian tentu tidak punya akses komunikasi dengan pihak luar," katanya.

"Berdasar kasus tersebut, kita melaporkan ke Komnas HAM karena itu sangat keji. Baru tahu ada kepala daerah yang mestinya melindungi warganya tapi justru menggunakan kekuasaannya untuk secara sewenang-wenang melakukan tindakan yang melanggar prinsip HAM, anti penyiksaan, dan anti perdagangan manusia," pungkas Anis.