Bagikan:

JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengungkap kata 'upeti' jadi kode dalam proses pemberian suap terkait pengurusan perkara di Pengadilan Negeri Surabaya.

Hal ini disampaikan Wakil Ketua KPK Nawawi Pomolango saat mengumumkan Hakim Pengadilan Negeri Surabaya nonaktif, Itong Isnaeni Hidayat sebagai tersangka penerima suap bersama panitera pengganti, Hamdan. Sementara tersangka pemberi suap ada Hendro Kasiono yang merupakan pengacara PT Soyu Giri Primedika.

"Menggunakan istilah upeti untuk menyamarkan maksud dari pemberian uang," kata Nawawi seperti dikutip dari YouTube KPK RI, Jumat, 21 Januari.

Nawawi menjelaskan kode upeti itu digunakan antara Hendro dengan Hamdan yang kerap berkomunikasi terkait pengurusan perkara pembubaran PT SGP. Keduanya diduga KPK kerap melakukan komunikasi.

Apalagi, sejak awal Hendro sudah meminta perwakilan perusahaan itu untuk menyiapkan sejumlah uang yang akan digunakan untuk mengurus perkara. Adapun uang yang disiapkan mencapai Rp1,3 miliar agar putusan pembubaran perusahaan bisa diketuk dari mulai tingkat Pengadilan Negeri hingga Mahkamah Agung.

"Adapun setiap hasil komunikasi antara tersangka HK dan tersangka HD diduga selalu dilaporkan oleh tersangka HD kepada tersangka IIH," ungkap Nawawi.

Dari komunikasi itu, Nawawi bilang, Itong mengaku bersedia memutus pembubaran PT SGP dengan nilai aset yang bisa dibagi sejumlah Rp50 miliar. Hanya saja, harus ada imbalan uang yang kemudian disetujui oleh Hendro.

"Selanjutnya, sekitar bulan Januari 2022, tersangka IIH menginformasikan dan memastikan bahwa permohonan dapat dikabulkan dan meminta tersangka HD untuk menyampaikan kepada tersangka HK supaya merealisasikan sejumlah uang yang sudah dijanjikan sebelumnya," jelasnya.

Dari perintah itu, Hamdan kemudian menyampaikan kepada Hendro yang kemudian berujung pada pemberian uang sebesar Rp140 juta. Namun, belum sampai uang itu ditangan Itong, KPK sudah lebih dulu melakukan tangkap tangan.

Sebagai tersangka penerima suap, Itong dan Hamdan disangka melanggar Pasal 12 huruf c atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP.

Sementara Hendro selaku pemberi disangka melanggar Pasal 6 ayat (1) huruf a atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP.