Bagikan:

JAKARTA - Penyebaran COVID-19 di Tanah Air semakin meluas. Bahkan, kasus penularan COVID-19 di Indonesia terus melonjak menyentuh 3.000-an kasus dalam waktu 24 jam.

Seiring dengan terus meningkatnya kasus, testing tak dilakukan secara masif oleh pemerintah. Bahkan untuk melakukan testing mandiri, harganya tergolong mahal.

Ekonom Senior Universitas Indonesia Faisal Basri mengatakan, pemerintah ingin menyelematkan ekonomi dan juga sektor kesehatan secara beringan. Hasil maksimal tidak akan didapat jika hanya mengandalkan masyarakat untuk mengunakan masker dan mencuci tangan, serta menjaga jarak.

Lebih lanjut, Faisal mengatakan, kunci untuk penanganan COVID-19 dan ekonomi secara pararel adalah melakukan testing dan contact tracing. Karena itu, pemerintah harus membantu usaha padat karya untuk melakukan testing.

"Testing dan contact tracing. Jadi tidak ada obat yang lain. Ayo pemerintah tingkatkan, bantu perusahaan padat karya untuk testing," ucapnya, saat rapat dengar pendapat dengan Komisi VI, di Gedung DPR, Kompleks Parlemen, Senin, 31 Agustus.

Namun, kata Faisal, alih-alih membantu rakyat pemerintah justru meminta badan usaha milik negara (BUMN) melakukan bisnis alat kesehatan penanganan COVID-19.

"Kalau sekarang kan maaf, BUMN disuruh bisnis. BUMN impor untuk dijual kembali ke rumah sakit. Ini pemerintahaan apaan. Di seluruh negara lain testing itu gratis. Saya bayar Rp1,7 juta karena saya di Universitas Atmajaya, 3 hari hasil tes keluar," katanya.

Sementara itu, kata Faisal, perusahaan swasta tidak boleh melakukan impor alat kesehatan. Hal ini justru menguntungkan BUMN dan membuat masyarakat rugi karena mahalnya harga untuk melakukan tes COVID-19.

Seperti diketahui, biaya untuk menguji seseorang terinfeksi virus COVID-19 atau tidak di Indonesia bervariasi di berbagai instansi. Meskipun ada tes yang digratiskan, masyarakat tetap harus mengambil tes mandiri jika ingin bepergian atau memasuki suatu kota di Indonesia.

Misalnya, saat hendak naik kereta, diperlukan hasil rapid test, tes PCR, atau tes influenza sebagai syarat seseorang boleh naik kereta.

Dirjen Pelayanan Kesehatan dan Rujukan Kementerian Kesehatan Bambang Wibowo mengatakan, harga reagen PCR terbilang mahal. Untuk satu kali pengetesan diperlukan satu reagen seharga Rp800 ribu sampai Rp1 juta.

Harga tersebut bahkan belum termasuk alat-alat lainnya dalam pemeriksaan COVID-19. Sehingga diperkirakan total pengeluaran yang dikeluarkan untuk satu kali pemeriksaan sebesar Rp1,2 juta.

Sementara, harga untuk melakukan tes PCR di rumah sakit swasta jauh lebih mahal berkisar di angka Rp1 juta hingga Rp1,2 juta dibanding rumah sakit pemerintah.

Akun twitter @asil melakukan survei kepada beberapa Rumah Sakit penyedia tes swab per 1 Juni 2020. Berikut daftarnya:

1. Rumah Sakit Pertamina

Fasilitas drive thru: ada

Daftar: 082111365121 (WhatsApp)

Harga: Rp2.500.000

Hasil: H+1 setelah swab test, dikirim via WA atau email

2. RS Sari Asih Ciputat

RS ini punya beberapa cabang tapi menurut formulir, yang bisa swab test cuma yang di Ciputat.

Fasilitas drive thru: tidak ada

Daftar: https://t.co/u5ETMzHIRN

Telepon: 021-7410808

WhatsApp: 08161913838

Harga: Rp2.100.000

3. RSPAD Gatot Soebroto

Fasilitas drive thru: tidak ada

Daftar: datang ke Paviliun Amino RSPAD jam 07.00 WIB hingga 11.30 WIB di hari Senin hingga Kamis.

Biaya: Rp1.600.000 (tes usap saja) atau Rp2.800.000 (lengkap dengan rapid test, screening, konsultasi dan surat keterangan)