JAKARTA - Direktorat Tindak Pidana Ekonomi Khusus (Dittipideksus) Bareskrim Polri mengungkap kasus jual aplikasi robot trading. Dalam kasus ini, enam orang ditetapkan sebagai tersangka.
"Perusahaan ini menjual aplikasi robot trading tanpa izin," kata Direktur Tindak Pidana Ekonomi Khusus Bareskrim Polri Brigjen Whisnu Hermawan kepada wartawan, Rabu, 19 Januari.
Keenam tersangka berinisial AD, AMA, AK, D, DES dan MS. Aplikasi robot trading itu Evotrade yang menggunakan skema Ponzi.
BACA JUGA:
Skema Ponzi merupakan modus investasi palsu yang membayarkan keuntungan kepada investor dari uang mereka sendiri atau uang yang dibayarkan oleh investor berikutnya, bukan dari keuntungan yang diperoleh oleh individu atau organisasi yang menjalankan operasi ini
Selain itu, pengguna aplikasi ilegal ini tersebar di beberapa daerah. Jumlahnya pun mencapai ribuan.
"Ada 3.000 (pengguna, red) yang tersebar di wilayah Jakarta, Bali, Surabaya, Malang, Aceh," ujar Whisnu.
Sementara itu, Kasubdit V Dirtipideksus, Kombes Ma'mun mengatakan konteks ilegal aplikasi robot ini karena tak ada izin dari Bank Indonesia dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK).
Terlebih, dalam modusnya para pelaku menjanjikan keuntungan yang besar. Padahal, keuntungan yang dijanjikan itu tak masuk akal.
"Jadi kakinya sampai enam itu akan mendapatkan yang terakhir itu 2 persen dari awal itu 10 persen, 5 persen, 5 persen, 3 persen dan 2 persen sampai enam kaki dan seterusnya dan seterusnya," ungkap Ma'mun.
Dalam kasus ini, para tersangka dijerat Pasal 105 dan atau Pasal 106 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2014 tentang Perdagangan dan atau Pasal 3 dan atau Pasal 4 dan atau Pasal 5 dan atau Pasal 6 Jo Pasal 10 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang.