Bagikan:

DENPASAR - Unggahan akun Karantina Pertanian Denpasar, yang menyebut ular sebagai hama viral di linimasa Twitter.

Dalam akun TikTok Karantina Pertanian Denpasar tertulis “hama jadi devisa,”. Namun saat ditelusuri lagi postingan Karantina Pertanian Denpasar sudah tidak ada.

Namun postingan itu diunggah ulang akun @akuluka. Dipertanyakan sejak kapan ular endemik disebut sebagai hama.

"Ular endemik Indonesia disebut hama cuk!. Sejak kapan ular jadi hama.?. Emang doyan gabah sama kelapa sawit,?. Yang ada manusia yang ngerusak rumah mereka!. Ini sekelas kantor pemerintah lho. Masak gak paham ekosistem dan rantai makanan," tulisnya.

Sementara Kepala Balai Karantina Pertanian Denpasar, Putu Terunanegara mengatakan pihaknya belum mengetahui unggahan itu.

“Saya malah belum tahu. Nanti bisa pelajaran buat kita karena saya belum tau masalahnya," kata Terunanegara, Rabu, 19 Januari.

Menurutnya istilah ‘hama’ hanya soal persepsi dari cara pandang. 

"Sebenarnya tergantung dari sisi kaca mata mana. Itu kan satwa liar dan apa yang sudah dirilis karantina itu semua ada kuota dan izin resmi dari instansi terkait. Jadi, tergantung dari sisi mana melihatnya. Karena itu kan satwa liar dari hutan dan dari mana-mana dan bisa saja di kategorikan seperti itu, tapi kaca mata lain bisa jadi bukan," papar dia.

Ular menurutnya adalah satwa liar. Penangkapan bisa dilakukan sesuai ketentuan.

"Karena itu murni dari satwa liar tapi yang kuota penangkapannya jelas. Misalnya dengan babi hutan di hutan kan bisa saja dianggap hama. Ini legal, semua proses penangkapan dilakukan secera legal oleh perusahaan resmi dari berbagai daerah kemudian keluarlah produk kulit ular seperti itu," jelasnya.

"Iya (soal persepsi) artinya dari kaca mana kita melihatnya. Kayaknya itu dari persepsinya kita, mungkin itu bahasa satwa liar di hutan bisa jadi produk yang memang diminati banyak orang dan banyak negara,” imbuh Terunanegara.

Sementara, untuk di Bali, memang ada ekspor ular reptil termasuk kulit ular.

"Kalau reptil ada tapi ular kecil-kecil untuk mainan itu. Kalau ekspor kulit ular itu banyak itu, perusahaannya ada di Badung dan lain sebagainya. Itu (diekspor) ada kulit ular sanca, piton yang besar-besar itu. Karena kulitnya lembarannya besar dan diolah menjadi produk tas dan lain sebagainya," ujarnya.