Bagikan:

JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sibuk di awal tahun. Mereka sudah dua kali menggelar operasi tangkap tangan (OTT) yang menjerat dua kepala daerah yaitu Wali Kota Bekasi nonaktif Rahmat Effendi atau Pepen dan Bupati Penajam Paser Utara nonaktif Abdul Gafur Mas'ud.

Pepen ditetapkan sebagai tersangka dugaan penerimaan suap pengadaan barang dan jasa serta lelang jabatan. Sementara, Abdul Gafur ditetapkan sebagai tersangka dugaan penerimaan suap terkait barang dan jasa serta pengurusan perizinan.

Setelah terjaring operasi senyap yang digelar KPK pada Rabu, 5 Januari, Pepen ditetapkan sebagai tersangka dugaan suap pengadaan barang dan jasa serta lelang jabatan di Pemerintah Kota Bekasi.

Selain Pepen, KPK juga menetapkan M. Bunyamin yang merupakan Sekretaris Dinas Penanaman Modal dan PTSP Kota Bekasi; Lurah Jati Sari, Mulyadi alias Bayong; Camat Jatisampurna, Wahyudin; dan Kepala Dinas Perumahan, Kawasan Permukiman dan Pertanahan Kota Bekasi, Jumhana Lutfi ditetapkan sebagai penerima suap.

Sementara Direktur PT MAM Energindo, Ali Amril; swasta bernama Lai Bui Min; Direktur PT Kota Bintang Rayatri, Suryadi; dan Camat Rawa Lumbu, Makhfud Saifudin ditetapkan sebagai pemberi suap.

"Terdapat sembilan orang tersangka terkait tangkap tangan terkait dugaan penerimaan yang dilakukan oleh penyelenggara negara," kata Ketua KPK Firli Bahuri saat mengumumkan Pepen sebagai tersangka pada Kamis, 6 Januari.

Dalam kasus ini, Pepen diduga menerima uang miliaran rupiah sebagai commitment fee dari pihak swasta yang lahannya dibebaskan untuk proyek milik Pemkot Bekasi dan mendapat ganti rugi. Hanya saja, dia menyebut uang tersebut dengan kode sumbangan masjid.

Selain suap di atas, KPK juga mengungkap Pepen menerima uang terkait pengurusan proyek dan tenaga kerja kontrak di Pemkot Bekasi dengan jumlah Rp30 juta. Pemberian uang dilakukan oleh Direktur PT MAM Energindo, Ali Amril dan diterima oleh Sekretaris Dinas Penanaman Modal dan PTSP Kota Bekasi, M Bunyamin.

Kemudian, dia juga menerima sejumlah uang dari pegawai di Pemkot Bekasi sebagai imbalan atas posisi mereka. Hanya saja, tak dirinci berapa jumlah uang yang diterima politikus Partai Golkar tersebut.

Namun, uang yang ditemukan dari hasil pemberian para pegawai itu hanya tersisa Rp600 juta saat operasi senyap dilakukan. Diduga, uang sudah ada yang digunakan sebagian untuk memenuhi kebutuhan operasionalnya.

Terkait hasil operasi senyap, KPK menemukan uang sebesar Rp5 miliar dengan rincian Rp3 miliar ditemukan tunai dan sisanya Rp2 miliar ditemukan di rekening bank.

Setelah Pepen, ternyata KPK kembali melakukan OTT sepekan setelahnya atau Rabu, 12 Januari. Dalam operasi senyap itu, KPK menetapkan Bupati Penajam Paser Utara Abdul Gafur Mas'ud sebagai tersangka dugaan suap pengadaan barang dan jasa serta perizinan.

Selain Abdul Gafur, komisi antirasuah juga menetapkan Plt Sekda Kabupaten Penajam Paser Utara Mulyadi; Kepala Dinas PU dan Tata Ruang Kabupaten Penajam Paser Utara Edi Hasmoro; dan Kepala Dinas Bidang Pendidikan, Pemuda, dan Olahraga Kabupaten Penajam Paser Utara Jusman, dan Bendahara Umum DPC Partai Demokrat Balikpapan, Nur Afifah Balqis sebagai penerima suap.

Sementara sebagai tersangka pemberi suap, KPK menetapkan seorang dari pihak swasta bernama Achmad Zudi.

"KPK menemukan bukti permulaan yang cukup untuk meningkatkan status sebagai tersangka," kata Alexander dalam konferensi pers di Gedung Merah Putih KPK, Kuningan Persada, Jakarta Selatan, Kamis, 13 Januari.

Dalam kasus ini, KPK juga menemukan uang pecahan rupiah sebesar Rp1 miliar dan uang di rekening sekitar Rp400 juta. Hampir seluruh uang ini terkumpul dari para kontraktor di wilayah Penajam Paser Utara.

Alexander kemudian memerinci ada tiga proyek yang membuat KPK menetapkan Abdul Gafur bersama lima orang lainnya sebagai tersangka.

Proyek pertama adalah multiyears peningkatan jalan Sotek dengan anggaran Rp112 miliar, proyek Bukit Subur dengan nilai Rp58 miliar, dan pembangunan gedung perpustakaan dengan nilai Rp9,9 miliar. Adapun tiga nilai proyek tersebut bernilai Rp179,9 miliar.

Selain itu, politikus Partai Demokrat ini juga menerima sejumlah uang yang diduga terkait penerbitan perizinan, termasuk izin hak guna usaha lahan sawit dan bleach plant atau pemecah batu pada Dinas PU dan Tata Ruang Kabupaten Penajam Paser Utara.

Adapun dalam konferensi pers disebutkan KPK menyita uang Rp1 miliar dan Rp447 juta di rekening milik Balqis. Selain itu, komisi antirasuah juga menyita belanjaan berupa pakaian serta topi.