Bagikan:

JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sedang mengumpulkan barang bukti untuk mencari keterlibatan DPRD Kota Bekasi.

Langkah ini dilakukan setelah KPK menjerat Wali Kota Bekasi Rahmat Effendi sebagai tersangka terkait dugaan suap pengadaan barang dan jasa serta lelang jabatan.

"Apakah kemungkinan masih bisa ke DPRD? Sekali lagi masih dalam proses pengembangan," kata Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron yang dikutip dari YouTube KPK RI, Rabu, 12 Januari.

Dia mengatakan anak buahnya kini tengah mengusut dugaan tersebut. Jika nantinya menemukan adanya keterlibatan pihak DPRD Kota Bekasi, Ghufron menegaskan, pihaknya tak akan ragu-ragu untuk menindaklanjuti.

"Memungkinkan iya atau tidaknya nanti sesuai dengan temuan-temuannya," tegasnya.

Meski begitu, Ghufron menyebut pihaknya masih terus berupaya mengusut dugaan suap yang diterima oleh Pepen. "Apakah kemudian akan dikembangkan? Sekali lagi, semuanya masih terbuka untuk kemudian dikembangkan. Tapi kami saat ini fokus pada suap dan gratifikasi (Pepen, red)," ungkapnya.

Diberitakan sebelumnya, KPK menetapkan Rahmat Effendi atau Pepen bersama delapan orang lainnya sebagai tersangka dugaan suap pengadaan barang dan jasa serta lelang jabatan di Pemerintah Kota Bekasi.

Pepen diduga menerima uang miliaran rupiah sebagai commitment fee dari pihak swasta yang lahannya dibebaskan untuk proyek milik Pemkot Bekasi dan mendapat ganti rugi. Hanya saja, dia menyebut uang tersebut dengan kode sumbangan masjid.

Selain suap di atas, KPK juga mengungkap Pepen menerima uang terkait pengurusan proyek dan tenaga kerja kontrak di Pemkot Bekasi dengan jumlah Rp30 juta. Pemberian uang dilakukan oleh Direktur PT MAM Energindo, Ali Amril dan diterima oleh Sekretaris Dinas Penanaman Modal dan PTSP Kota Bekasi, M Bunyamin.

Kemudian, dia juga menerima sejumlah uang dari pegawai di Pemkot Bekasi sebagai imbalan atas posisi mereka. Hanya saja, tak dirinci berapa jumlah uang yang diterima politikus Partai Golkar tersebut.

Namun, uang yang ditemukan dari hasil pemberian para pegawai itu hanya tersisa Rp600 juta saat operasi senyap dilakukan. Diduga, uang sudah ada yang digunakan sebagian untuk memenuhi kebutuhan operasionalnya.