Bagikan:

JAKARTA - Tommy Sumardi mangkir alias tidak memenuhi panggilan penyidik Bareskrim Mabes Polri untuk dimintai keterangan dalam kasus dugaan suap penghapusan red notice Djoko Tjandra.

Karo Penmas Divisi Humas Polri, Brigjen Awi Setiyono mengatakan, Tommy Sumardi tidak datang karena sakit. Melalui pengacaranya, Tommy menyampaikan surat keterangan sakit kepada Bareskrim Polri.

"Untuk tersangka TS (Tommy Sumardi) tadi pukul 10.00 WIB yang hadir adalah pengacaranya dan yang bersangkutan menyampaikan bahwasannya saudara TS tidak bisa hadir memenuhi panggilan penyidik Tipikor Bareskrim Polri karena sakit," kata Awi kepada awak media, Jakarta, Senin, 24 Agustus.

Dengan demikian, kata Awi, pihaknya akan melakukan penjadwalan ulang. "Namun sesuai dengan janjinya, yang bersangkutan menyampaikan besok akan berkenan hadir, sehingga kita sama-sama tunggu bagaimana untuk pelaksanaannya besok," kata Awi.

Sementara, pemeriksaan terhadap Djoko Tjandra disebut masih berlangsung. Selain itu, dalam penyidikan kasus ini sudah 17 orang diperiksa.

"Penyidik Tipikor bareskrim Polri telah memeriksa sampai dengan hari ini telah memeriksa saksi sebanyak 16 orang, kemudian ahli 1 orang yaitu ahli hukum pidana," tandas Awi.

Berdasarkan penelusuran, Tommy Sumardi merupakan seorang pengusaha bidang pelayanan jasa. Kaitan Tommy dalam kasus ini bermula dari komunikasi dengan Brigjen Prasetijo Utomo dan meminta untuk dikenalkan dengan pejabat di Divisi Hubungan Internasional (Divhubinter) Mabes Polri yang membawahi NCB Interpol Indonesia.

Kemudian, pihak NCB Interpol Indonesia disebut memberitahu pihak Imigrasi soal red notice Djoko Tjandra yang sudah terhapus. Alasan pihak Kejaksaan Agung tak lagi memperpanjang setelah 2014.

Hingga akhirnya, Tommy Sumardi ditetapkan tersangka sebagai pemberi suap bersama Djoko Tjandra dalam perkara dugaan penghapusan red notice. Dia pun dijerat dengan pasal Pasal 5 Ayat 1, Pasal 13 Undang-Undang 20 Tahun 2020 tentang Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Juncto Pasal 55 KUHP.

Adapun dua tersangka lainnya adalah Irjen Napoleon Bonaparte dan Brigjen Prasetyo Utomo. Keduanya diduga sebagai penerima suap pengapusan red notice.

Mereka dijerat dengan Pasal 5 Ayat 2, Pasal 11 dan Pasal 12 huruf a dan b Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2020 tantang Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Juncto Pasal 55 KUHP.