Dugaan Ujaran Kebencian Bahar Smith Naik ke Penyidikan, Polda Jabar Periksa 34 Saksi Termasuk Ahli Agama
Bahar Smith (Tangkap Layar Youtube @Refly Harun)

Bagikan:

JAKARTA - Polda Jawa Barat telah meminta keterangan dari 34 orang sebagai saksi dalam kasus dugaan ujaran kebencian yang melibatkan Bahar bin Smith. Saat ini kasus telah naik ke tahap penyidikan.

"Ada 34 orang jadi saksi yang dilakukan pemeriksaan," ujar Kabag Penum Divisi Humas Polri Brigjen Ahmad Ramadhan kepada wartawan, Jumat, 31 Desember.

Dari puluhan orang itu, 13 di antaranya merupakan saksi pelapor hingga saksi yang berada di lokasi kejadian. Sementara sisanya merupakan ahli. Mereka adalah ahli agama, bahasa, hingga ITE.

"Terdiri dari 1 pelapor kemudian 3 saksi yang bersama-sama pelapor yang melihat channel YouTube. Kemudian tiga orang tokoh agama dan 6 orang saksi yang ada di TKP," kata Ramadhan.

Pemeriksaan ahli ini dilakukan untuk memperkuat adanya pelanggaran pidana dalam kasus tersebut. Sehingga, tim penyelidik memutuskan untuk meningkatkan kasus dugaan ujaran kebencian itu ke penyidikan.

"Kemudian penyidik juga telah melakukan pemeriksaan terhadap 21 orang ahli di mana 21 orang ahli tersebut terdiri dari ahli agama 4 orang ahli bahasa 4 orang ahli pidana dua orang ahli ITE 4 orang kemudian ahli sosiologi politik hukum 2 orang dan dan ahli kedokteran forensik 3," kata Ramadhan.

Ada pun, Polda Jawa Barat meningkatkan kasus dugaan ujaran kebencian dengan terlapor Bahar bin Smith dari penyelidikan ke penyidikan.

Bahkan, tim penyidik pun sudah memberikan Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan (SPDP) ke Bahar bin Smith di kediamannya di Bogor, Selasa, 28 Desember lalu.

Selain itu, penyidik pun telah menjadwalkan pemeriksaan terhadap Bahar bin Smith. Rencananya, penceramah itu bakal dimintai keterangan pada Senin, 3 Januari.

Dalam kasus ini, Bahar bin Smith diduga melanggar Pasal 28 ayat (2) Jo Pasal 45A ayat (2) UU RI Nomor 19 tahun 2016 tentang perubahan atas UU RI nomor 11 tahun 2008 tentang informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) dan atau Pasal 14 dan Pasal 15 UU RI nomor 1 tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana.