Kaleidoskop 2021: Beberapa 'Polisi Bermasalah' di Masa Kepemimpinan Jenderal Listyo Sigit Prabowo
Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo (foto: humas.polri.go.id)

Bagikan:

JAKARTA - Masa kepemimpinan Jenderal Listyo Sigit Prabowo sebagai Kapolri sudah berjalan hampir satu tahun. Di mana, rintangan berat harus dihadapi sebagai orang nomor satu di Korps Bhayangkara.

Jenderal Listyo Sigit resmi menggantikan Jenderal (Purn) Idham Aziz pada 27 Januari. Saat itulah, berbagai masalah yang datang harus diselesaikan.

Mulai dari penyebaran COVID-19 yang kala itu menggila di Indonesia hingga tindakan anggotanya yang mencoreng institusi Polri.

VOI pun merangkum beberapa anggota Polri yang sempat menjadi perhatian karena tindaknnya.

Bripda Randy Bagus

Anggota Polri yang pertama yakni Bripda Randy Bagus. Tindakannya yang mecoreng nama baik Korps Bhayangkara bermula ketika seorang wanita bernama Novia Widyasari ditemukan meninggal di kompleks pemakaman di Dusun Sugihan, Desa Japan, Kecamatan Sooko, Mojokerto.

Kabar meninggalnya wanita ini pun viral di media sosial. Sebab, dia menghembuskan nafas terakhirnya di samping makam ayahnya.

Terlebih, penyebab meninggalnya mahasiswi ini pun bunuh diri karena depresi dengan hubungan percintaannya. Di mana, nama Bripda Randy Bagus disebut sebagai mantan kekasih dan penyebab Novia memutuskan mengakhiri hidupnya dengan menenggak potasium atau racun.

Dari kabar itupun, Polda Jawa Timur langusug melakukan rangkain penyelidikan. Bripda Randy Bagus yang berstatus sebagai anggota Polres Pasuruan langsung diperiksa intensif.

Tepat pada 4 Desember, Wakapolda Jawa Timur Brigjen Slamet Hadi Supraptoyo memberikan pernyataan. Dikatakan, dalam kasus bunuh diri itu Bripda Randy memang memiliki peran cukup besar.

Hasil pemeriksaan, Bripda Randy memang sempat memiliki hubungan kekasih dengan Novia. Bahkan, sempat berhubungan badan.

“Mereka resmi pacaran, kemudian setelah pacaran mereka melakukan suatu perbuatan suami istri dan berlangsung 2020 sampai 2021 dilaksanakan di Malang tempat kos dan hotel di Malang,” ujar Brigjen Slamet.

Selama berpacaran, terungkap Novia sempat beberapa kali berbadan dua. Tapi, atas perintah Bripda Randy, Novia pun menggugurkannya.

“Kemudian kita dapatkan juga adanya suatu bukti bahwa korban selama pacaran sampai kemarin, Oktober 2019 sampai dengan bulan Desember 2021 sudah melakukan tindakan aborsi bersama, yang mana dilaksanakan Maret 2020, kedua bulan Agustus 2021,” sambung Wakapolda Jatim. 

Sehingga, dengan dasar itulah Bripda Randy dijatuhi sanksi pidana dan etik profesi. Dia dinilai melanggar Peraturan Kapolri (Perkap) dan 348 KUHP

“Perbuatan melanggar hukum secara internal kita akan mengenakan ketentuan yang mengatur di Kepolisian, Perkap 14 /2011 tentang kode etik pasal 7 dan pasal 11," kata Slamet.

"Secara pidana umum kita menerapkan Pasal 348 KUHP (terkait aborsi, red) jo Pasal 55. Ini adalah langkah-langkah terkait kasus yang menimpa anggota kita,” sambungnya.

Polantas Minta Bawang

Kemudian, anggota Polri bermasalah lainnya yakni, Aipda PDH. Dia viral di media sosial lantaran meminta bawang kepada sopir truk sebagai ganti denda tilang.

Brigjen Yusri Yunus yang kala itu menjabat sebagai Kabid Humas Polda Metro Jaya menyatakan aksi Aipda PDH bermula ketika menjalankan tugas patroli di sekitaran Bandara Soekarno-Hatta pada 1 November.

Kemudian, saat berada di Jalan P2, Bandara Soekarno-Hatta, Aipda PDH melihat truk yang menurutnya melakukan pelanggaran. Sehingga, truk itupun diberhentikan.

"Truk itu dari daerah Sumatera (menuju) Serang, BG pelatnya, kemudian memberhentikan dan mengecek kelengkapan surat-surat daripada si pengemudi truk," kata Yusri

Setelah diperiksa, memang ada pelanggaran. Sebab, sopir truk itu tak bisa menunjukan kelengkapan surat-surat terkait kendaraan maupun barang bawaan.

"Memang pengemudi tidak membawa surat-surat," singkat Yusri

Saat itulah Aipda PDH menilang sopir truk. Tetapi, sempat ada negosiasi antara keduanya untuk 'berdamai'.

Sehingga, Aipda PDH pun meminta sekarung bawang yang ada pada truk sebagai ganti denda tilang.

Akibat aksinya itupun Polda Metro Jaya langsung bertindak. Sanksi yang diberikan yakni mutasi sebagai Pelayanan Markas (Yanma) Polda Metro Jaya.

"Langsung dicabut, ditarik, dipindahtugaskan ke Polda Metro Jaya sebagai Bintara Yanma sementara ini," kata Yusri.

Ipda OS

Selanjutnya, anggota Polri yang bermasalah adalah Ipda OS. Dia merupakan anggota polisi lalu lintas (Polantas) Polda Metro Jaya.

Tindakannya yang mencoreng instusri Polri yakni dengan menembak dua orang, Poltak Pasaribu dan M. Aruan. Di mana, akibat tembakan itu Poltak Pasaribu pun meregang nyawa.

Aksi penembakan ini bermula pada Jumat, 26 Desember. Kala itu pria berinisial O berkendara dari salah satu hotel di kawasan Sentul, Jawa Barat menuju ke Jakarta.

Tetapi, selama perjalanan O merasa dibuntuti oleh orang tak dikenal. Di mana, orang itu merupakan Poltak Pasaribu dan M. Aruan.

Dalam ketakutan, O pun menghubungi Ipda OS yang merupakan rekannya. Dia yang berada di ruas tol diarah untuk ke Exit Tol Bintaro.

Sesampainya di sana, Ipda OS pun telah bersiap untuk memberikan pertolongan kepada rekannya itu.

Setelah O tiba di lokasi, mereka kemungkinan sempat berbicara mengenai masalah yang terjadi. Hingga tak lama kemudian, kedua korban yang berada di mobil yang sama tiba di lokasi.

Hingga akhirnya, Ipda OS pun melepas beberapa kali tembakan. Di mana, dua di antaranya mengenai para korban.

Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes E. Zulpan mengatakan jika Ipda OS terpaksa mengeluarkan tembakan. Sebab, hasil pemeriksaan, Ipda OS merasa nyawanya terancam.

"Ipda OS berupaya membela diri ini pengakuan yang diberikan," kata Zulpan.

Ipda OS merasa nyawanya terancam lantaran kedua korban yang berada di mobil yang sama itu hampir menabraknya. Padahal, saat itu Ipda OS telah memberikan peringatan dengan melepaskan tembakan ke udara.

"Ipda OS melakukan penembakan peringatan ke udara. Nah namun tidak diindahkan mendapat serangan yaitu artinya kendaraan ini berupaya menabrak," ungkap Zulpan.

Tembakan peringatan dilakukan sebanyak satu kali. Kemudian, barulah Ipda OS melepas tembakan ke arah kedua korban.

Saat ini, Ipda OS disebut masih menjalani rangkaian pemeriksaan oleh Bidang Profesi dan Pengamanan (Propam). Pemeriksaan ini untuk menentukan sanksi etik profesi.

Tapi, untuk proses pidana, Ipda OS telah ditetapkan sebagai tersangka. Dia dijerat dengan Pasal 351 dan atau 359 KUHP. Ancaman hukumannya 7 tahun penjara

Aipda Rudi Panjaitan

Belum lama ini pun, ada anggota Polri yang viral karena bermasalah. Dia adalah Aipda Rudi Panjaitan.

Anggota Sentra Pelayanan Kepolisian Terpadu (SPKT) Polsek Pulogadung ini viral karena sempat menolak pelaporan dari seorang korban perampokan bernama Meta Kumala (32).

Viralnya aksi dari Aipda Rudi Panjaitan bermula ketika Meta mengunggah video ke media sosial. Isinya soal pengakuan mendapat perlakuan tak profesional dari Aipda Rudi Panjaitan.

Padahal, Meta saat itu hendak membuat laporan lantaran menjadi korban tindak kejahatan di Polsek Pulogadung.

Dia menjadi korban aksi pencurian modus pecah ban yang dialaminya di Jalan Sunan Sedayu, Rawamangun, Pulogadung, Jakarta Timur.

Hanya saja, dalam proses pelaporan, Meta mendapat perlakuan tidak menyenangkan. Perlakuan yang dimaksud yakni Aipda Rudi Panjaitan sempat menolak pelaporan dan melontarkan peryataan jika pelaporan itu justru membuatnya repot.

Buntut tindakan itupun menyulut kemarahan Kapolda Metro Jaya Irjen Fadil Imran. Jenderal bintang dua ini menyatakan Aipda Rudi Panjaitan telah nyakiti hati masyarakat. Padahal, saat itu kehadirian polisi sebagai aparat penegak hukum sangat dibutuhkan.

"Ada anggota Polsek Pulogadung yang aneh-aneh. Masyarakat datang melapor bukannya dilayani tapi yang terjadi justru menyakiti hati masyarakat," kata Fadil.

Bahkan, Fadil yang terlihat marah ini meminta jajarannya untuk segera memberikan sanksi tegas. Aipda Rudi Panjaitan pun akan dimutasi ke daerah.

"Saya minta ini Jakarta Timur segera, segera Provos lakukan sidang disiplin untuk mutasi turn off area keluar dari Polda Metro Jaya," katanya.

Perintah itupun benar-benar dilaksanakan. Bidang Propam Polda Metro Jaya langsung menggelar sidang etik profesi terhadap Aipda Rudi Panjaditan.

Hasilnya, Aipda Rudi Panjaitan dinyatakan bersalah. Dia diberi tiga sanksi yang salah satunya pemindahan tugas ke jabatan yang lebih rendah atau demosi.

"(Aipda Rudi) akan dipindah tugaskan ke wilayah yang berbeda yang bersifat demosi," ujar Zulpan.

Dalam proses demosi, Bidang Profesi dan Pengamanan (Propam) Polda Metro Jaya akan bersurat kepada Mabes Polri. Surat itu berisi rekomendasi pemindahan tugas Aipda Rudi.

"Polda Metro Jaya akan memberikan rekomendasi dan usulan kepada Mabes Polri terhadap pemindahan yang bersangkutan," kata Zulpan.

Sementara untuk dua sanksi lainnya yakni, sanksi etik dan administrasi. Sanksi itu diberikan lantaran Aipda Rudi Panjaitan dianggap telah melanggar Peraturan Kapolri (Perkap).

"Putusan daripada sidang yang telah dijalankan yaitu menetapkan Aipda Rudi Panjaitan terbukti secara sah dan meyakinkan melanggar Peraturan Kapolri Nomor 19 Tahun 2011," kata Zulpan.

Kapolsek Narkoba

Terakhir, anggota Polri yang bermasalah sampai saat ini adalah eks Kapolsek Sepatan AKP Oky Bekti Wibowo.

Dia bermasalah karena terlibat kasus penyalahgunaan narkotika jenis sabu. Terungkapnya kasus ini diawali saat pemeriksaan kala pengamanan Natal 2021. Di mana, anggota Polsek Sepatan Bripka RC tak ditemukan di pos pengamanan.

"Jadi awalnya adalah dari seorang anggota Polsek Sepatan atas nama Bripka RC pada saat pengamanan malam natal pengamanan gereja yang ditugaskan pada yang berangkutan (Bripka RC, red). Yang bersangkutan (Bripka RC) tidak ada di tempat yang semestinya," ujar Zulpan.

Seharusnya, Bripka RC berjaga di pos penjagaan di Gereja Santa Maria Jalan Daan Mogot Kota Tangerang.

Namun, setelah dicari keberaannya, ternyata Bripka RC ditemukan di suatu tempat. Bahkan, saat itu dia tidak menjalankan tugas pengamanan Natal.

"Kemudian dicari dan ditelurusi oleh Propam Tangerang kota kemudian ditemukan tidak dalam keadaan tugas. Dilakukan pemeriksaan tes urin ternyata positif," katanya

Selanjutnya, Propam mengembangankan soal penggunaan narkotika Bripka RC. Alhasil, diketahui kasus itu melibatkan AKP Oky.

"Kemudian dilakukan pengembangan ternyata penggunaan narkotika jenis sabu juga melibatkan Kapolsek Sepatan. Sehingga dilakukan pemeriksaan pada Kapolsek dan ternyata terbukti sehingga dua duanya baik anggota maupun Kapolsek sudah ditarik ke Polda dengan posisi nonjob serta dalam rangka Pemriksaan dan ditahan," kata Zulpan.

Atas tindaknnya itu, AKP Oky Bekti Wibowo pun dicopot sebagai Kapolsek Sepatan. Saat ini dia dipindahkan ke Pama Yanma Polda Metro Jaya dalam rangka pemeriksaan.

Pencopotan itu tertuang dalam Surat Telegram (ST) nomor ST/588/XII/KEP./2021.

Sementara untuk jabatan Kapolsek Sepatan akan dijabat oleh AKP Suyatno. Dia sebelumnya menjabat sebagai Wakapolsek Karawaci.

Namun, dalam kasus ini pemberian sanksi tak hanya sekadar etik profesi. Sebab, AKP Oky Bekti Wibowo juga akan diberikan sanksi pidana.

"Kemudian terkait pelanggaran yang dilakukan tentunya sesuai dengan komitmen pimpinan Polri tidak ada toleransi terhadap anggota Polri yang menggunakan narkoba," ungkapnya.

Dalam peemberian sanksi pidana terhadap AKP Oky mesti menunggu hasil pemeriksaan Bidang Profesi dan Pengamanan (Propam).

"Tindakan tegas ini bukan hanya berhenti di tindakan disiplin dan kode etik. Namun juga akan dilanjutkan kepada proses yang lebih lanjut. Manakala nanti ada keterkaitan lebih dalam lagi maka juga akan dikenakan pidana umum," kata Zulpan.