Bagikan:

JAKARTA - Penyidik Bareskrim Polri juga mencecar Djoko Tjandra yang menggunakan jet pribadi untuk keluar-masuk Indonesia saat masih menjadi buronan kasus cessie Bank Bali.

"(Pemeriksaan tadi) Terkait dengan upaya yang bersangkutan (Djoko Tjandra) selama keluar masuk Indonesia menggunakan pesawat pribadi, private jet terkait dengan penyewaannya," kata Karo Penmas Divisi Humas Polri, Brigjen Awi Setiyono kepada wartawan, Rabu, 19 Agustus.

Namun Awi belum bisa menyampaikan kepada siapa Djoko Tjandra menyewa jet pribadi itu. Selain masih dalam proses pendalaman, hal ini juga sudah masuk ke materi penyidikan. Sehingga belum bisa disampaikan.

"Saya pikir itu sudah masuk ke materi. Tidak bisa saya sampaikan. Tapi yang jelas penyidik mendalami itu terkait dengan penyewaan pesawat pribadi itu kemudian kepada siapa nyewanya, berapa (harga) sewanya, itu semua penyidik dalami. Itu sudah masuk materi," kata Awi.

Demikian juga Awi tidak bisa mengatakan apa yang disampaikan Djoko Tjandra kepada penyidik mengenai pemakaian jet pribadi. Sebab, hal itu sudah masuk dalam materi penyidikan.

Awi sebelumnya mengatakan, dari hasil pemeriksaan sementara, Brigjen Prasetyo Utomo mengakui pergi bersama dengan Djoko Tjandra dengan pesawat terbang.

"Info yang kami dapatkan, yang bersangkutan langsung dalam satu pesawat dengan DPO (Djoko Tjandra) dan ini yang masih kita ke depan akan laksanakan pendalaman," kata Awi di Jakarta, Senin, 20 Juli.

Adapun dalam pemeriksaan kali ini, Djoko Tjandra dicecar dengan 59 pertanyaan yang terbagi menjadi 3 klaster. Pertama pemeriksaan terkait dengan cara Djoko Tjandra keluar masuk Indonesia tanpa bisa diketahui banyak pihak.

Kemudian, penyidik juga menggali informasi soal tujuan dan apa saja yang dilakukan Djoko Tjandra dengan surat jalan palsu serta surat bebas COVID-19 pemberian Brigjen Prasetyo Utomo. Terakhir, soal pengurusan red notice.

Adapun dalam kasus surat jalan palsu, Djoko Tjandra sudah ditetapkan sebagai tersangka. Dia dijerat dengan Pasal 263 ayat 1 dan 2 KUHP tentang penggunaan surat palsu, Pasal 426 tentang membantu pelarian pelaku kejahatan, dan Pasal 221 KUHP tentang menyembunyikan pelaku kejahatan.

Dalam kasus ini, Polri juga menetapkan dua orang tersangka, yakni Brigjen Prasetyo Utomo dan Anita Kolopaking. Keduanya ditetapkan sebagai tersangka berdasarkan hasil penyelidikan dan penyidikan yang kemudian dilakukan gelar perkara.

Brigen Prasetyo dikenakan Pasal 263 ayat 1 dan 2 KUHP juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP dan Pasal 426 ayat 1 KUHP dan atau Pasal 221 ayat 1 ke-2 KUHP. Pasal 263 KUHP mengatur tentang pembuatan surat palsu.

Sementara, Anita Kolopaking yang merupakan tangan kanan Djoko Tjandra dalam pengurusan surat jalan disangka melakukan pidana Pasal 263 ayat 2 KUHP dan 223 KUHP.