Bagikan:

JAKARTA - Penyidik Bareskrim Polri memeriksa pejabat Direktorat Jenderal Imigrasi Kementerian Hukum dan HAM soal penghapusan red notice Djoko Tjandra. Penyidik bakal mendalami surat yang dilayangkan Divisi Hubungan Internasional (Divhubinter) terkait pengajuan penghapusan red notice yang dikirim ke imigrasi.

"Kemarin kan berawal dari Divhubinter kemudian perjalanan surat sampai ke imigrasi, tentunya dari sana kita dalami ya," kata Kepala Biro Penerangan Masyarakat (Karo Penmas) Divisi Humas Polri, Brigjen Awi Setiyono kepada wartawan, Rabu, 19 Agustus.

Namun, Awi belum dapat memastikan pihak yang bakal diutus oleh pihak imigrasi untuk memberikan keterangan. 

"Tergantung siapa yang diutus, yang memiliki kompetensi yang mengetahui terkait dengan pencabutan red notice Djoko Tjandra. Kita juga sama menunggu, penyidik juga sama-sama menunggu siapa yang hadir," pungkasnya.

Dalam kasus ini, polisi sudah menetapkan empat orang menjadi tersangka. Mereka adalah Irjen Napoleon Bonaparte dan Brigjen Prasetyo Utomo. Mereka diduga sebagai penerima suap pengapusan red notice.

Keduanya diejrat dengan Pasal 5 Ayat 2, Pasal 11 dan Pasal 12 huruf a dan b Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2020 tantang Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Juncto Pasal 55 KUHP.

Sementara dua orang lain adalah pemberi suap. Mereka adalah Djoko Tjandra dan Tomi Sumardi. Keduanya dijerat dengan Pasal 5 Ayat 1, Pasal 13 Undang-Undang 20 Tahun 2020 tentang Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Juncto Pasal 55 KUHP.

Dalam perkara suap tersebut, penyidik menyita uang senilai 20 ribu dolar AS sebagai barang bukti.