Menghadapi Libur Natal dan Tahun Baru di tengah Ancaman Omicron
ILUSTRASI UNSPLASH

Bagikan:

JAKARTA  - Menjelang masa libur Natal 2021 dan tahun baru 2022, masyarakat kembali dikejutkan dengan terdeteksinya COVID-19 varian Omicron di Indonesia.

Varian baru Omicron, dikabarkan memiliki perkembangan 70 kali lebih cepat ketimbang varian Delta. Omicron telah terdeteksi di 45 negara, dan menyebabkan gelombang ketiga di beberapa negara, salah satunya Inggris.

Hasil studi Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) dilaporkan Omicron di Inggris memiliki kecepatan penularan tiga kali lipat lebih tinggi dibandingkan dengan varian Delta.

Selain itu kasus reinfeksi dan orang dengan riwayat vaksinasi ditemukan, sehingga ditemukan Omicron mampu menghindar dari sistem kekebalan tubuh manusia.

Lalu beberapa studi laporan sementara menunjukkan potensi vaksin COVID-19 juga ditekan oleh varian ini, sehingga memungkinkan infeksi pada orang yang sudah divaksinasi.

Pada Kamis, 16 Desember, Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin mengonfirmasi satu kasus varian baru COVID-19 Omicron terdeteksi pada seorang petugas kebersihan Rumah Sakit Darurat COVID-19 Wisma Atlet Jakarta, yang berasal dari transmisi lokal.

Atas dasar itu, RSDC Wisma Atlet melakukan lockdown di lokasi tersebut selama tujuh hari sebagai upaya preventif penyebaran varian baru tersebut.

Sementara itu, kasus probabel Omicron juga ditemukan pada pelaku perjalanan internasional sebanyak lima orang.

Terkini, dilansir Antara, Minggu, 19 Desember, Kementerian Kesehatan telah mendeteksi dua pasien terkonfirmasi varian Omicron di Tanah Air, sehingga pada Jumat, 17 Desember, telah menjadi tiga orang yang terpapar melalui whole genome sequencing.

Padahal baru saja Pemerintah membatalkan penerapan PPKM level 3 selama periode Natal dan Tahun Baru 2022, mengingat situasi pandemi COVID-19 di Indonesia sudah semakin membaik.

Sejauh ini, pemerintah Indonesia berhasil menekan angka kasus konfirmasi COVID-19 harian dengan stabil di bawah angka 400 kasus.

Juru Bicara Satuan Tugas Penanganan COVID-19 Wiku Adisasmito mengatakan kasus positif COVID-19 pertama yang disebabkan infeksi varian Omicron harus menjadi alarm atau peringatan kewaspadaan sehingga masyarakat harus tetap disiplin menjalankan protokol kesehatan.

"Penemuan kasus Omicron pertama menjadi peringatan bahwa kita harus tetap waspada dengan konsisten menerapkan protokol kesehatan, tanpa perlu khawatir berlebihan," kata Wiku dalam keterangan tertulisnya, Jumat (17/12).

Cegah Omicron

Saat ini, mendorong kepatuhan masyarakat terhadap protokol kesehatan adalah kunci utama mencegah penularan varian baru Omicron.

Sebab menghadapi masa libur Natal dan tahun baru, belajar dari kasus tahun lalu, sejak pertengahan Desember mobilitas penduduk dapat naik cukup drastis

Satuan Tugas Penanganan COVID-19 pun telah melihat penurunan kesadaran masyarakat menerapkan 3M (mencuci tangan, menjaga jarak, memakai masker) pada bulan November-Desember.

"Jika kepatuhan menurun, mobilitas meningkat, ada ancaman varian baru yang lebih menular. Maka kita punya potensi risiko lonjakan kasus," kata Ketua Bidang Perubahan Perilaku Satgas COVID-19 Sonny Harry Harmadi dalam diskusi daring, Kamis (16/12).

Sonny juga mengharapkan masyarakat memahami aturan yang dibuat pemerintah guna melindungi masyarakat agar tidak terjadi lonjakan kasus. Lonjakan kasus, hanya akan membuat peningkatan beban fasilitas kesehatan yang berdampak pada peningkatan angka kematian.

Selain itu, strategi mendorong percepatan vaksinasi COVID-19 dilakukan guna mengurangi angka kasus kematian.

Strategi berikutnya adalah mendorong testing dan penelusuran (tracing) di kalangan masyarakat. Melalui posko PPKM mikro di tingkat desa/kelurahan, interaksi deteksi dini tersebut dipercaya menghambat terbentuknya kluster keluarga dari pelaku perjalanan kepada anggota keluarganya.

Pemerintah tengah mengupayakan tes khusus untuk mendeteksi COVID-19 varian Omicron lebih cepat, guna mengantisipasi penyebaran melalui pelaku perjalanan, guna mencegah penularan di tingkat masyarakat.\

Seperti sebelumnya, Satgas COVID-19 selalu mendorong agar masyarakat dapat merayakan Natal dan tahun baru bersama keluarga di rumah, dan mengurangi mobilitas yang tidak perlu.

Namun, pada pelaku perjalanan di masa Natal dan tahun baru diharapkan dapat melakukan asesmen mandiri terhadap dirinya sendiri. Misalnya mengetahui kondisi kesehatan, menilai risiko mobilitas.

Di samping itu, juga pertimbangan memilih lokasi wisata yang kemungkinan tidak terjadi penumpukan kerumunan. Saat ini, banyak alternatif wisata terbuka menjadi salah satu pilihan.

Aturan yang dibuat sebagai syarat perjalanan menjadi bentuk pembatasan mobilitas terpenting untuk dipedomani. Selain itu, larangan cuti bagi ASN dan pegawai BUMN diharapkan mengurangi potensi lonjakan mobilitas secara drastis.

Aturan lainnya adalah penutupan alun-alun saat tahun baru dan syarat pembatasan kapasitas tempat wisata maksimal 75 persen, larangan perayaan tahun baru, penerapan ganjil genap di tempat wisata prioritas menjadi upaya untuk batasan mobilitas. Terdapat pula pembatasan tertentu untuk kegiatan seni budaya.

Pemerintah juga mendorong agar PPKM mikro dapat diterapkan di daerah yang cenderung padat penduduk maupun daerah tujuan wisata.

Sementara, tantangan yang harus dihadapi kini untuk mencegah penyebaran COVID-19 varian Omicron adalah kepatuhan warga terhadap protokol kesehatan di wilayah tersebut.

Sebab, risiko penularan COVID-19 di daerah padat penduduk cenderung tinggi. Selain itu di tempat wisata, masyarakat cenderung abai dengan protokol kesehatan.

"Kita harus sikapi dengan cara yang baru dan tepat, bahwa ada risiko penularan yang belum hilang, ditambah ancaman penularan Omicron," ujar dia.

Pelaku perjalanan anak

Di sisi lain, yang harus menjadi antisipasi adalah peningkatan pelaku perjalanan anak. Sebab masa libur Natal dan tahun baru juga dibarengi dengan libur sekolah.

Pemerintah telah memberi arahan untuk percepatan vaksinasi COVID-19 pada anak-anak, sebab diketahui penyebaran varian Omicron di Afrika Selatan banyak menyerang kelompok tersebut.

Terutama pada pelaku perjalanan anak, para orang tua diimbau membiasakan anak melakukan protokol kesehatan, jadi ketika anak bepergian jadi lebih terbiasa.

Sonny menekankan yang perlu dipahami masyarakat saat ini pelaku perjalanan jarak jauh harus sudah mendapatkan vaksin COVID-19 dosis lengkap.

Sementara untuk anak di bawah umur 12 tahun yang belum mendapatkan vaksin lengkap, wajib didampingi orang tua yang sudah mendapat vaksin lengkap.

Dalam aturan terbaru, anak-anak dapat melakukan perjalanan, namun dengan syarat membawa PCR yang berlaku 3×24 jam untuk perjalanan udara atau antigen 1×24 jam untuk perjalanan darat atau laut.

Langkah-langkah persiapan menjelang libur Natal dan tahun baru di tengah penyebaran varian baru Omicron tersebut hendaknya tidak diabaikan demi keselamatan diri terhadap ancaman COVID-19 gelombang ketiga.

Hal tersebut terlebih untuk mengurangi risiko kematian akibat berlebihnya beban pada fasilitas kesehatan di Indonesia.