KPK Terima Aduan Terkait Pembobolan di Bank DKI Hingga Rp50 Miliar
Gedung KPK (VOI)

Bagikan:

JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyatakan telah menerima aduan masyarakat terkait sistem informasi dan teknologi PT Bank DKI yang diduga mengalami anomali.

"Benar bahwa KPK telah menerima berbagai aduan dugaan tindak pidana korupsi dari masyarakat salah satunya aduan dimaksud yang telah diterima oleh Bagian persuratan KPK," kata Plt Juru Bicara KPK Bidang Penindakan Ali Fikri kepada wartawan, Jumat, 17 Desember.

Selanjutnya, pengaduan ini akan diverifikasi dan ditelaah lebih dulu. Langkah tersebut, kata Ali, penting untuk mengetahui apakah aduan tersebut sesuai dengan kewenangan yang dimiliki antirasuah dan masuk dalam ranah tindak pidana korupsi.

"Namun sampai saat ini, KPK belum bisa menyampaikan apa dan bagaimana substansi aduan tersebut," tegasnya.

Jika unsur tersebut terpenuhi dan KPK berhak menindaklanjutinya, Ali bilang, pihaknya akan menyampaikan kepada masyarakat. Penyampaian ini penting sebagai bentuk transparansi.

"KPK menyadari betul bahwa peran serta masyarakat dalam upaya pemberantasan korupsi sangat penting dan dibutuhkan. Terlebih sebagian besar perkara yang ditangani KPK bermula dari laporan masyarakat," ungkap Ali.

Sebagai informasi, laporan ini merupakan buntut dari pembobolan mesin ATM PT Bank DKI pada November 2019 yang mengakibatkan kerugian Rp50 miliar.

Pelaporan ini dilakukan oleh Kuasa Hukum mantan pegawai Satpol PP Insan Oenyoen, Bahrain. Dalam keterangan tertulisnya, pelapor meminta agar KPK mengusut anomali yang terjadi pada pihak PT Bank DKI dan/atau Sistem IT Bank DKI dan/atau Sistem IT Vendor Bank DKI.

Permintaan ini disampaikan kepada KPK karena hingga saat ini penegak hukum lain tidak melakukan audit digital forensik. Tak hanya itu, mereka juga tidak menghadirkan pihak yang berkepentingan sehingga membuat Oenyoen dirugikan.

"Bahwa oleh karena tidak adanya petunjuk yang serius oleh para penegak hukum untuk melakukan audit digital forensik dan atau untuk menghadirkan pihak-pihak yang berkepentingan serta bertanggung jawab atas terjadinya kesalahan sistem tersebut, patut diduga telah terjadi kesalahan dalam penerapan hukum yang mengakibatkan klien kami sangat dirugikan karena dijadikan sebagai kambing hitam atas peristiwa ini," ungkap Bahrain dalam keterangan tertulisnya.