Guru Besar Unpad: Endapan Erupsi Gunung Api Lahirkan Tanah yang Subur
Photo by Ása Steinarsdóttir on Unsplash

Bagikan:

JAKARTA - Indonesia memang rentan menghadapi erupsi gunung api. Namun, di balik erupsi itu, terkandung berkah bagi masyarakat sekitar.

Guru Besar Fakultas Pertanian Universitas Padjadjaran Mahfud Arifin menjelaskan, endapan material erupsi gunung api dalam jangka waktu tertentu akan mengalami pelapukan. Pelapukan itu yang akan menghasilkan tanah subur sehingga bisa dimanfaatkan sebagai lahan pertanian.

"Mineral yang terkandung (dalam letusan gunung api) akan melapuk dan mengeluarkan berbagai nutrisi yang subur bagi kebutuhan tanaman," beber Prof. Mahfud seperti dikutip dari laman resmi Unpad, Selasa 14 Desember.

Proses ini dipelajari Prof. Mahfud dari fenomena erupsi Krakatau tahun 1883 lampau. Pada 1983 atau 100 tahun pasca-erupsi Krakatau terjadi, ia dan tim ahli tanah dari Institut Pertanian Bogor menggelar studi soal struktur tanah di kawasan yang tertimbun material erupsi.

Hasilnya, erupsi Krakatau tersebut membentuk tanah subur setebal 25 sentimeter. Salah satu ciri dari tanah subur tersebut adalah berwarna hitam.

Warna hitam menandakan bahwa tanah mengandung nutrisi yang dilepaskan dari hasil pelapukan mineral primer. Nutrisi berupa kalsium, magnesium, natrium, hingga kalium merupakan mineral yang sangat dibutuhkan tanaman.

Dari hasil studi tersebut, diperoleh kesimpulan, untuk menjadikan kawasan bekas endapan material erupsi gunung api yang subur memerlukan evolusi yang cukup lama. Pembentukan tanah hitam nan subur di kawasan erupsi Krakatau setebal 25 sentimeter memerlukan waktu pelapukan hingga 100 tahun.

“Diperkirakan dalam waktu 100 tahun, daerah erupsi Gunung Semeru kemudian bisa menjadi daerah yang sangat subur, dengan tanah hitam yang tebal dan subur untuk tanaman pertanian,” kata Prof. Mahfud.

Kendati demikian, dalam jangka waktu yang pendek, endapan material erupsi gunung api juga bisa menjadi berkah. Endapan material tersebut kerap ditambang menjadi bahan bangunan.

Tidak heran jika gunung api secara sosiokultural sangat lekat dengan aktivitas manusia. Wilayah lereng gunung api acapkali padat dengan permukiman penduduk.

“Walaupun sering meletus, masyarakat selalu merapat karena tanahnya subur untuk pengembangan pertanian,” ucapnya.