BPPTKG Jelaskan Fenomena Kilatan Petir di Gunung Merapi
ILUSTRASI/Gunung Merapi mengeluarkan awan panas guguran dipotret dari Srumbung, Magelang, Jateng, Kamis (6/5/2021). (ANTARA FOTO/Andreas Fitri Atmoko/hp/pri)

Bagikan:

JAKARTA - Balai Penyelidikan dan Pengembangan Teknologi Kebencanaan Geologi (BPPTKG) menjelaskan fenomena kilatan petir yang menyambar puncak Gunung Merapi yang terekam pada stasiun seismik maupun CCTV gunung api tersebut.

Pada 11 Oktober 2022, suara petir terdengar dari pos pengamatan Gunung Merapi dan terekam melalui stasiun seismik sekitar pukul 16.34 WIB.

"Fenomena petir itu tidak berdampak pada stasiun pemantauan dan tidak berkaitan dengan aktivitas vulkanik Gunung Merapi," demikian keterangan resmi BPPTKG dilansir ANTARA, Rabu, 12 Oktober.

Fenomena petir merupakan salah satu fenomena yang terjadi akibat cuaca ekstrem yang terjadi di wilayah Indonesia.

Masyarakat diimbau untuk meningkatkan kesiapsiagaan terhadap bencana hidrometeorologi serta senantiasa mengikuti informasi cuaca BMKG dan aktivitas Gunung Merapi dari sumber terpercaya.

Gunung Merapi merupakan gunung api aktif yang terletak di Jawa Tengah dan Yogyakarta. Gunung itu menyandang status level III atau siaga terhitung sejak 5 November 2020.

Status level III menandakan potensi bila terjadi erupsi sudah mendekati tempat hunian masyarakat yang paling dekat dengan gunung tersebut.

Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG) mengimbau masyarakat yang bermukim di lereng Gunung Merapi untuk mematuhi peta kawasan rawan bencana atau KRB mengingat saat ini sudah memasuki musim hujan.

Koordinator Gunung Api PVMBG Oktory Prambada mengatakan Gunung Merapi memiliki empat faktor utama pembentukan lahar, yaitu penumpukan material hasil erupsi, air hujan, gravitasi, dan bentuk lembah, sehingga berpotensi besar terjadi guguran lahar.

Lahar merupakan bahaya sekunder dari aktivitas erupsi gunung api yang berupa endapan-endapan material erupsi yang mengisi lembah-lembah yang berhulu di pusat erupsi. Material tersebut dapat berupa bongkah hingga abu yang apabila tercampur oleh air akan menjadi lumpur.

Apabila keempat faktor itu terpenuhi, maka material yang mengendap di lembah-lembah gunung api bisa turun ke bagian hilir sungai.

Lahar dapat membawa material vulkanik dalam ukuran dan volume yang besar, sehingga kerusakan yang dapat ditimbulkan di lembah-lembah yang terdampak lahar menjadi fatal dan sering menimbulkan kerusakan dan korban jiwa.

"Bahaya lahar gunung api aktif sudah dituangkan dalam peta KRB gunung api, sehingga dapat menjadi pedoman bagi masyarakat dan pengembangan wilayah untuk mengurangi dampak kerusakan akibat lahar," kata Oktory.